1 . Penduduk, Masyarakat dan kebudayaan
Penduduk
masyarakat dan kebudayaan adalah konsep-konsep yang pertautannya satu sama lain
sangat berdekatan. Bermukimnya penduduk dalam suatu wilayah tertentu dalam
waktu yang tertentu pula, memungkinkan untuk terbentuknya masyarakat di wilayah
tersebut. Ini berarti masyarakat akan terbentuk bila ada penduduknya sehinggat
idak mungkin akan ada masyarakat tanpa penduduk, masyarakat terbentuk karena
penduduk. Sudah barang tentu penduduk disini yang dimaksud adalah kelompok
manusia, bukan penduduk/populai dalam pengertian umum yang mengandung arti
kelompok organisme yang sejenis yang hidup dan berkembang biak pada suatu
daerah tertentu.
Demikian
pula hubungan antara masyarakat dan kebudayaan, ini merupakan dwi tunggal,
hubungan dua yang satu dalam arti bahwa kebudayaan merukan hasil dari suatu
masyarakat, kebudayaan hanya akan bisa lahir, tumbuh dan berkembang dalam
masyarakat. Tetapi juga sebaliknya tidak ada suatu masyarakat yang tidak
didukung oleh kebudayaan. Hubungan antara masyarakat dan kebudayaan
inipun merupakan juga hubungan yang saling menentukan
Penduduk,
dalam pengertian luas diartikan sebagai kelompok organisme sejenis yang
berkembang biak dalam suatu daerah tetentu. Penduduk dalam arti luas itu sering
diistilahkan popuasi dan disini dapat meliputi populais hewan, tumbuhan dan
juga manusia. Dalam kesempatan ini penduduk digunakan dalam pengertian
orang-orang yang mendiami wilayah tertentu, menetap dalam suatu wilayah, tumbuh
dan berkembang dalam wilayah tertentu pula.
Adapun
masyarakat adalah suatu kesatuan kehidupan sosial manusia yang menempati
wilayah tertentu, yang keteraturannya dalam kehidupan sosialnya telah
dimungkinkan karena memiliki pranata sosial yang telah menjadi tradisi dan
mengatur kehidupannya. Tekanannya disini terletak pada adanya pranata sosia,
tanpa pranata sosial kehidupan bersama didalam masyarakat tidak mungkin
dilakukan secara teratur. Pranata sosial disini dimaksudkan sebagai perangkat
peraturan yang mengatur peranan serta hubungan antar anggota masyarakat, baik
secara perseorangan maupun secara kelompok.
Kebudayaan
merupakan hasil budi daya manusia, ada yang mendefinisikan sebagai semua
hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Karya manusia menghasilkan teknologi
dan kebudayaan kebendaan, sedangkan rasa mewujudkan segala norma dan nilai
untuk mengatur kehidupan dan selanjutna cipta merupakan kemampuan berpikir
kemampuan mental yang menghasilkan filsafat dan ilmu pengetahuan (selo sumarjan
dan sulaiman..s)
KEBUDAYAAN DAN KEPRIBADIAN
Kebudayaan
dan kepribadian gerakan adalah inti dari antropologi pada paruh pertama abad ke-20.
Ia mencoba untuk menemukan ciri-ciri umum berulang dalam suatu budaya tertentu
untuk mengarah ke penemuan yang bersifat nasional, jenis dan konfigurasi model
kepribadian kepribadian dengan mencari karakteristik individu dan kepribadian.
Bidang kepribadian dan budaya memberi perhatian khusus untuk sosialisasi
anak-anak dan enkulturasi. Teori budaya dan sekolah kepribadian berpendapat
bahwa sosialisasi menciptakan pola kepribadian. Ini membantu orang-orang bentuk
emosi, pikiran, perilaku, nilai-nilai budaya dan norma-norma untuk masuk ke
dalam dan berfungsi sebagai anggota yang produktif dalam masyarakat manusia
sekitarnya. Studi tentang budaya dan kepribadian menunjukkan bahwa
praktek-praktek sosialisasi yang berbeda seperti pengasuhan anak dalam
masyarakat yang berbeda (budaya) menghasilkan tipe kepribadian yang berbeda.
Studi
tentang budaya dan kepribadian menarik banyak konstruksi dari pengembangan
psikoanalisis dan sosial sebagai diterapkan untuk fenomena sosial dan budaya.
Psikoanalisis Freud menyatakan bahwa semua manusia adalah sama ketika lahir,
tetapi membesarkan anak di masyarakat yang berbeda menyebabkan penyimpangan
perilaku dan kepribadian satu sama lain. Menurut perspektif ini, para ulama
budaya dan sekolah kepribadian studi tipe kepribadian khas dalam masyarakat
tertentu dan atribut sifat-sifat ke berbagai praktik membesarkan anak seperti
makan, berbicara dan toilet training. Konsepsi ini ditunjukkan dalam karya
antropolog, seperti Margaret Mead dan Ruth Benedict, Barbara Rogoff dan Shirley
Brice Heath.
Budaya dan
sekolah kepribadian dipandang sebagai aspek dari total lapangan dan bukan
sebagai sistem yang terpisah atau bahkan sebagai abstraksi-abstraksi analitis
sah dari data urutan yang sama (Kluckhohn 1954: 685). Dengan kata lain, budaya
dan kepribadian yang saling tergantung dan melacak sepanjang kurva saling
berhubungan. Budaya mempengaruhi pola sosialisasi, yang pada gilirannya
beberapa bentuk varians dari kepribadian (Maccoby 2000). Karena praktek
sosialisasi khas dalam masyarakat yang berbeda, setiap masyarakat memiliki
budaya yang unik dan sejarah. Berdasarkan perspektif ini, seseorang tidak boleh
berasumsi hukum universal mengatur bagaimana budaya berjalan. Seperti Boas
(2001) mengatakan: “Kami lebih melihat bahwa setiap kelompok budaya memiliki
sejarahnya sendiri yang unik, tergantung sebagian pada perkembangan batin khas
dari kelompok sosial, dan sebagian pada pengaruh asing yang telah dikenakan. …,
Tetapi akan sangat mustahil untuk memahami, berdasarkan skema evolusi tunggal,
apa yang terjadi kepada orang-orang tertentu “(2001:125).
Pandangan
Franz Boas dan orang-orang dari murid-muridnya seperti Ruth Benedict menentang
bahwa dari awal evolusionis seperti Louis Henry Morgan dan Edward Tylor yang
percaya budaya masing-masing berjalan melalui sistem evolusi yang sama
hirarkis. Franz Boas dan pengikutnya mengubah gelombang antropologi Amerika.
Sigmund
Freud (1856-1939)
teori, budaya dan sekolah kepribadian di awal abad kedua puluh meminjam wawasan
Sigmund Freud, bapak psikoanalisis untuk menjelaskan fenomena pikiran seperti
diungkapkan dalam budaya yang berbeda. Freud adalah Yahudi -Austria
psikiater dan teori psikologis yang paling berpengaruh dari abad 20.
Dia menekankan pengalaman masa kecil dan tidak sadar kepribadian motif bentuk.
Freud klaim mimpi jalan kerajaan ke bawah sadar. Artinya, interpretasi mimpi
bisa menjadi akses untuk memahami aspek-aspek kepribadian. Karyanya The
Interpretation of Dreams mengungkapkan bahwa tidak ada yang terjadi secara
kebetulan dan tindakan manusia dan pikiran yang didorong oleh ketidaksadaran
pada tingkat batas. Dia menciptakan kompleks Oedipus dalam teori psikoanalisis.
Ini adalah fenomena universal di mana sekelompok perasaan sadar dan ide-ide
yang ingin memiliki orang tua yang berlawanan jenis dan permusuhan terhadap
pelabuhan induk dari jenis kelamin yang sama. Kompleks Oedipus Freud
analisis-diri. Panjang berkelanjutan Freud kepentingan dalam antropologi
antropologis mencerminkan Totem, karya dan Taboo: kemiripan
antara Kehidupan mental Savage dan neurotis. Dia menafsirkan tabu dan
originasi mempekerjakan mereka melalui penerapan psikoanalisis untuk bidang
antropologi, agama dan arkeologi. Pengaruh Freud pada antropologi dengan baik
dijelaskan dalam (1983) Wallace buku, Freud dan antropologi: Sebuah sejarah
dan penilaian kembali.
Erik Erikson (1902 –
1994) Dia adalah neo-Freudian Denmark-Jerman-Amerika psikoanalis. Erikson
adalah masyarakat yang lebih dan budaya-berorientasi dari Freudian. Dia dikenal
karena teori sosial budaya dan dampaknya terhadap pembangunan manusia. Erikson
berteori delapan tahap sosialisasi manusia. Dia menguraikan tahap kelamin Freud
menjadi remaja ditambah tiga tahap dewasa. Dia koin frase krisis identitas,
masa remaja peran kebingungan intensif dan eksplorasi cara yang berbeda untuk
melihat diri sendiri. Erikson juga menekankan mutualitas dalam mempengaruhi
generasi. Tidak seperti penekanan Freud untuk mempengaruhi orangtua yang
dramatis pada anak-anak, Erikson percaya bahwa anak-anak berdampak pada
pembangunan orangtua mereka juga. Ia mengintegrasikan informasi dari
antropologi budaya tentang peran budaya dalam pembangunan manusia.
Edward Sapir (1884-1939)
Edward Sapir lahir di Jerman. Ketika dia berumur lima tahun, keluarganya datang
ke Amerika Serikat. Sapir adalah kepala Departemen Antropologi di Universitas
Yale. Dia adalah rekan dekat Ruth Benedict dan belajar di bawah pengawasan
Franz Boas dan Alfred Kroeber, mahasiswa lain Franz Boas. Dr Sapir diakui
sebagai salah satu yang pertama untuk mengeksplorasi hubungan antara bahasa dan
antropologi. Dia memandang bahasa sebagai alat dalam membentuk pikiran manusia.
Dia menjelaskan bahasa simbol verbal hubungan manusia. Bekerja kuncinya
keprihatinan etnografi dan linguistik kelompok pribumi Amerika. Dia mencatat
untuk menjelajahi hubungan antara perilaku bahasa, kepribadian dan sosial.
Eksplorasi menerangi Nya dalam bahasa, budaya dan kepribadian telah dikumpulkan
dalam buku berjudul Bahasa, Budaya, dan Kepribadian diterbitkan pada
tahun 1949 oleh University of California Press.
Benjamin Lee
Whorf (1897 – 1941)
Dia adalah seorang ahli linguistik Amerika. Whorf tertarik pada Indian Amerika
dan bahasa Hopi. Dia mahasiswa Edward Sapir itu. Whorf percaya pada
determinisme linguistik, yaitu, bentuk bahasa pikiran dan struktur bahasa
mempengaruhi kognisi dan perilaku pengguna bahasa. Dia telah dipandang sebagai
pendukung utama relativitas linguistik. Relativitas linguistik berarti
perbedaan dalam berbagai bahasa mencerminkan pandangan yang berbeda dari
penutur bahasa. Relativitas linguistik sering mengacu pada ” hipotesis
Sapir-Whorf “, dinamai setelah mentornya Edward Sapir dan dia.
Dia menggunakan teknik observasi untuk melihat perbedaan linguistik dan
konsekuensi mereka dalam pikiran manusia dan perilaku.
Ruth
Benedict (1887-1948)
Ruth Benedict adalah mahasiswa dari Franz Boas di Columbia University. Terkenal
memberikan kontribusinya ke konfigurasi atau pola budaya yang menyatakan budaya
harus dilihat secara keseluruhan dalam bentuk atau dalam pola bukan sebagai
ciri-ciri budaya. Seluruh budaya menentukan kepribadian individu dari budaya.
Dia berpendapat “kristalisasi dari pola budaya bukanlah hasil dari keadaan yang
diperlukan, melainkan merupakan formulasi kreatif dari imajinasi manusia”
(Salzman 2001: 70). Seperti Boas, dia percaya bahwa kebudayaan adalah produk
dari pilihan manusia bukan determinisme budaya. Benediktus dilakukan penelitian
lapangan di kalangan Indian Amerika, Eropa kontemporer dan masyarakat Asia.
Bekerja kuncinya, Pola Kebudayaan dan Krisan dan Pedang: Pola Kebudayaan
Jepang, menyebar luas pentingnya budaya dalam pembentukan kepribadian
individu dan rasisme menyerang dan etnosentrisme. Interpretasinya panduan orang
menuju pemahaman lebih lanjut dari konsep budaya dan relativisme budaya.
Relativisme budaya menunjukkan bahwa setiap masyarakat ditafsirkan dalam
norma-norma sendiri. Orang-orang dari budaya lain tidak harus menggunakan
standar mereka untuk meremehkan norma-norma, nilai-nilai dan kebiasaan budaya
yang berbeda dari mereka sendiri. Dia lebih lanjut menunjukkan moralitas yang
dievaluasi oleh nilai-nilai budaya. Konseptualisasi Benediktus budaya paling
mencerminkan ide-idenya pada partikularisme budaya yang menekankan pentingnya
mengeksplorasi tiap-tiap kebudayaan itu sendiri. Dia menjelaskan: “Suatu
budaya, seperti individu, adalah pola yang lebih atau kurang konsisten pikiran
dan tindakan. Dalam setiap budaya ada muncul menjadi karakteristik tujuan belum
tentu dimiliki oleh jenis masyarakat lainnya. Dalam ketaatan kepada tujuan ini,
masing-masing orang lebih lanjut dan lebih lanjut mengkonsolidasikan
pengalaman, dan proporsi urgensi drive ini item heterogen perilaku mengambil
bentuk yang lebih dan lebih sama dan sebangun “(1934:46). Benediktus, Sapir dan
Mead adalah tokoh utama dalam kemajuan budaya dan gerakan kepribadian.
Margaret
Mead (1901-1978)
Margaret Mead lahir di Philadelphia. Dia adalah mahasiswa, teman dan rekan
kerja seumur hidup Ruth Benedict. Mereka berdua mempelajari hubungan antara
konfigurasi budaya, sosialisasi di setiap kebudayaan tertentu dan pembentukan
kepribadian individu. Karyanya mengeksplorasi pembangunan manusia dalam perspektif
lintas-budaya dan mencakup topik pada peran gender dan membesarkan anak dalam
budaya primitif dan Amerika sendiri. Pekerjaan pertamanya, Kedatangan Umur
di Samoa, adalah penjual terbaik dan dibangun Mead sebagai Gambar Memimpin
dalam Antropologi Budaya. Buku ini menceritakan bahwa perkembangan individu
ditentukan oleh harapan budaya. Pembangunan manusia pengalaman berbeda dalam
setiap kebudayaan. Saat dia menunjukkan “… manusia dibuat untuk dirinya sendiri
kain budaya yang masing-masing kehidupan manusia yang bermartabat oleh bentuk
dan makna … Setiap orang membuat kain ini berbeda, memilih beberapa petunjuk
dan mengabaikan orang lain, menekankan sektor yang berbeda dari busur seluruh
potensi-potensi “(1935: 1).
Abram
Kardiner (1891-1981)
Kardiner lahir di New York City. Ibunya meninggal ketika ia masih muda dan masa
kecilnya mengalami kerugian dan isolasi. Dia ditawari sebagai profesor klinis
di Columbia University pada tahun 1949. Kontribusinya menyangkut interaksi
pengembangan kepribadian individu dan budaya terletak. Dia mengembangkan model
psiko-kultural bagi hubungan antara membesarkan anak perumahan, dan jenis yang
layak dalam berbagai kebudayaan. Dia membedakan institusi primer (misalnya
anak-anak pelatihan, toilet perilaku dan struktur keluarga membentuk
kepribadian individu dasar) dan lembaga sekunder. Dia menjelaskan bahwa
struktur kepribadian dasar dalam masyarakat lebih jauh mempengaruhi produk dari
lembaga sekunder sebagai agama dan seni. Penafsiran-Nya didokumentasikan ke dalam
individu dan Masyarakat-Nya (1939) dan Frontiers Psikologis Masyarakat
(1945). Dia mencatat untuk mempelajari hubungan-hubungan objek dan psikologi
ego dalam psikoanalisis.
Ralph Linton (1893-1953)
Ralph Linton lahir di Philadelphia, Pennsylvania. Dia adalah salah satu pendiri
teori struktur kepribadian dasar. Dia berkomitmen untuk etnografi dari
Melanesia dan Indian Amerika. Linton mempelajari perbedaan peran dan status.
Teks Nya, Studi Manusia (1936) dan The Pohon Budaya (1955)
menetapkan Linton sebagai tokoh terkemuka dalam antropologi. Dia ditawari untuk
menggantikan Boas sebagai kepala departemen antropologi di Universitas Columbia
pada tahun 1937.
Cora Dubois (1903 –
1991) Cora Dubois lahir di New York City. Ia mendapatkan gelar gelar MA di
Columbia University dan kuliah di University of Berkeley untuk gelar Ph D. Dia
adalah seorang profesor emeritus antropologi di Universitas Harvard. Dia
dipengaruhi oleh mentor dan kolaborator Abram Kardiner dalam lintas-budaya
diagnosis dan studi budaya psikoanalitik. Selama 1937 – 1939, Dubois
menyelidiki pulau Alor (sekarang Indonesia) melalui observasi partisipan, studi
kasus rinci, riwayat hidup wawancara dan berbagai tes kepribadian untuk
mendapatkan informasi pribadi banyak dari informan nya. Berdasarkan studi
etnografi dan psikoanalisis nya di Alor, ia menulis buku berjudul Rakyat
Alor (1944). Dalam studi sosial-psikologis, dia maju konsep struktur
kepribadian modal. Cora Dubois menyatakan bahwa variasi individu dalam suatu
budaya dan budaya masing-masing ada saham pengembangan jenis tertentu yang
tidak mungkin ada pada individu tersebut. Dia juga penulis Angkatan Sosial di
Asia Tenggara (1949). Cora Dubois, Abram dan Ralph Linton Kardiner coauthored
buku, Frontiers Psikologis Masyarakat, diterbitkan oleh Columbia
University Press pada 1945. Buku ini terdiri dari deskripsi hati-hati dan
interpretasi dari tiga budaya, yaitu budaya Comanche, budaya Alorese, dan
budaya dari suatu masyarakat pedesaan Amerika. Ini menjelaskan dasar
kepribadian yang dibentuk oleh keragaman materi yang dibahas dalam setiap
kebudayaan.
Clyde
Kluckhohn (1905 –
1960) Clyde Kluckhohn lahir di Iowa. Dia adalah seorang Amerika antropolog dan ahli
teori sosial. Dia terkenal karena kerja jangka panjang etnografi nya tentang Navajo terletak di
bagian utara Arizona. Berdasarkan pengalamannya di negara Navajo, ia
menyelesaikan buku berjudul Untuk Kaki Pelangi (1927) dan Beyond
Rainbow (1933). Kluckhohn awalnya memegang pandangan kesetaraan ras biologis.
Kemudian ia membalik posisinya kepada keyakinan bahwa manusia adalah produk
dari suatu campuran biologi dan budaya. Ide-ide yang dikumpulkan ke dalam Kepribadian
di Nature, Masyarakat, dan Budaya (1953) diedit oleh Kluckhohn dan Henry
Murray seorang psikolog.
Kepribadian
Pendekatan Struktur Dasar Pendekatan ini dikembangkan bersama oleh Abram dan
Ralph Linton Kardiner dalam menanggapi pendekatan konfigurasi. Kardiner dan
Linton tidak percaya bahwa jenis kultur yang memadai bagi masyarakat
membedakan. Sebaliknya, mereka menawarkan pendekatan baru yang terlihat pada
anggota individu dalam masyarakat dan kemudian membandingkan ciri-ciri dari
anggota dalam rangka mencapai kepribadian dasar untuk budaya masing-masing
(Toren 1996:144).
Pendekatan
Configurational Edward Sapir dan Ruth Benedict mengembangkan pemikiran awal dalam budaya
dan studi kepribadian. Pendekatan configurational percaya budaya yang mengambil
karakter struktur kepribadian anggota. Jadi, semua anggota budaya menampilkan
kepribadian serupa yang selanjutnya dikumpulkan sebagai bentuk jenis. Pola
dalam suatu budaya dihubungkan oleh simbolisme dan penafsiran. Sebuah budaya
didefinisikan melalui sistem ide umum dan keyakinan. Individu merupakan
komponen integral dari budaya.
Determinisme
Budaya akumulasi
pengetahuan, keyakinan, norma dan kebiasaan berpikir membentuk dan perilaku
manusia dan dinamika budaya itu sendiri. Versi teori optimis melihat bahwa
manusia dapat memilih cara hidup yang mereka inginkan. Versi pesimis
menunjukkan bahwa orang tidak memiliki kontrol untuk melakukan apa yang ingin
mereka lakukan. Mereka pasif untuk melampaui budaya mereka.
Budaya Budaya Kemiskinan
Kemiskinan gagasan berpendapat bahwa posisi sosial ekonomi marjinal ditempati
oleh kelompok-kelompok primitif banyak adalah hasil dari mengabadikan diri
“jalan hidup” kemiskinan. Ini berisi atribut karakteristik kepribadian tertentu
seperti fatalisme dan kurangnya ambisi.
Bidang studi penelitian
etnografi menggunakan data empiris di masyarakat dan budaya. Peneliti
etnografis perlu menempatkan di situs tersebut dan terlibat ke dalam kehidupan
sehari-hari situs penelitian. Data harus dikumpulkan melalui observasi
partisipan, wawancara, kuesioner, dll Etnografi bertujuan untuk menggambarkan
sifat yang dipelajari.
Psikolog
Gestalt Mereka
adalah psikolog yang berpendapat bahwa informasi harus dikumpulkan dalam bentuk
pola, bukan sebagai elemen yang terpisah. Ini sekolah Jerman memasuki lingkaran
pemikiran ilmiah selama abad kedua puluh akhir kesembilan belas dan awal.
Pendekatan
Kepribadian kepribadian
Modal modal mengasumsikan bahwa struktur kepribadian tertentu adalah
struktur yang paling sering terjadi dalam suatu masyarakat, belum tentu
struktur yang paling umum untuk semua anggota masyarakat itu. Pendekatan ini
menggunakan tes proyektif selain sejarah kehidupan untuk menciptakan dasar kuat
untuk tipe kepribadian karena penggunaan statistik untuk cadangan kesimpulan
(Toren 1996:145).
Karakter
Nasional Studi-studi
ini dimulai selama dan setelah Perang Dunia II. Ruth Benedict dan Margaret Mead
memimpin upaya ini baru untuk memahami orang yang berbeda. Melalui studi Mead
dari Inggris, dia tahu bahwa wanita Inggris yang bergantung pada kontrol diri
laki-laki muda dan dikondisikan untuk tidak memiliki untuk menenangkan pria
mendesak. Di sisi lain, masyarakat Amerika memegang keyakinan bahwa perempuan
harus mengerahkan diri mereka kontrol atas laki-laki mendesak. Setelah ini
perbedaan dalam dua masyarakat diakui, kemudian mencoba untuk menghindari
kesalahpahaman lebih lanjut diundangkan (Singer 1964).
Kepribadian Kepribadian
adalah konfigurasi dari kognisi, emosi dan kebiasaan. Funder menawarkan
definisi spesifik dari kepribadian, “Sebuah pola karakteristik individu pikiran,
emosi, dan perilaku, bersama-sama dengan mekanisme psikologis – tersembunyi
atau tidak – balik pola-pola” (1997: 1-2).
Wawancara
klinis Melalui
berbagai metode, baik pasif seperti melalui analisis mimpi dan asosiasi bebas
atau aktif seperti pertanyaan menunjuk yang mengarah untuk menggali jawaban,
profesional mampu merekam dan berusaha untuk memahami pikiran-pikiran internal
dan motivasi dari individu dalam suatu masyarakat. Wawancara biasanya dilakukan
di ruangan tertentu atau kantor (Klineberg 1954:33).
Analisis Sebuah mimpi
bagian dari psycholoanalysis Freud, analisis mimpi mencoba untuk mencari emosi
ditekan seseorang dengan mengupas kembali alam bawah sadar. Hal ini dicapai
melalui diskusi dari mimpi seseorang.
Sejarah
Hidup Ini adalah
mendokumentasikan pengalaman individu di seluruh nya / hidupnya. Hal ini paling
banyak digunakan oleh anggota Pendekatan Kepribadian Modal dan ahli etnografi.
Orang-berpusat
Etnografi Istilah ini
pertama kali digunakan oleh Robert I. Levy. Ini adalah pendekatan yang menarik
interpretasi dari psikiatri dan psikoanalisis untuk melihat bagaimana individu
berhubungan dan berinteraksi dengan konteks sosio-budaya.
Observasi
Peserta ini terjadi
pernah menjadi anggota kebudayaan lain hidup dalam masyarakat ia / dia
mempelajari dan mengambil peran aktif dalam komunitas itu. Ini adalah bagian
penting dari penelitian etnografer karena itu membantu dalam menemukan perilaku
yang rumit dari suatu masyarakat.
Tes
proyektif Ini adalah
tes yang memiliki arti ambigu sehingga respon seseorang dapat diukur dan
dibandingkan dengan tanggapan lain. Tes menyebabkan meningkatnya penggunaan
statistik untuk mendukung temuan. Salah satu tes umum adalah tes noda tinta
Rorschach. Dalam tes ini, seseorang harus menggambarkan apa yang dia / dia
melihat. Kemudian, persepsi nya akan dibandingkan seluruh masyarakat.
Deskripsi
tebal Ini adalah
hasil dari penafsiran. Ini menjelaskan bukan hanya perilaku, tetapi konteksnya
juga. Perilaku menjadi bermakna bagi orang luar. Clifford Geertz menciptakan
istilah. Dia digunakan dalam The Interpretation of Budaya (1973) untuk
menjelaskan metode etnografi nya.
Budaya dan
kepribadian struktur telah sangat membatasi jumlah rasis, deskripsi hirarkis
jenis budaya yang umum di bagian awal abad ini. Melalui studi ini, penekanan
baru pada individu muncul. Kebudayaan dan kepribadian sekolah antropologi link
dan psikologi. Sebuah kekayaan informasi yang dibagi di seluruh disiplin ilmu.
Kebudayaan
dan Kepribadian berada di bawah pengawasan berat Radcliffe-Brown dan lainnya
antropolog sosial Inggris. Mereka menolak pandangan ini karena sebagai
‘abstraksi yang samar-samar’ (Barnard dan Spencer 1996:140). Claude
Levi-Strauss memandang kebudayaan sebagai yang memiliki daya pembeda yang akan
menandai kultur yang berbeda dari satu sama lain. Hal ini mungkin dipengaruhi
oleh persahabatan dekat dengan Franz Boas. Dalam waktu pasca-perang, sekolah
dikritik karena menempatkan terlalu banyak penekanan pada ciri-ciri kepribadian
kongruensi dalam suatu budaya tertentu. Ini mengabaikan hubungan antara budaya
yang berbeda. Ini menjelaskan budaya sebagai objek penting daripada
memandangnya sebagai sebuah konstruksi sosial. Sekolah tidak memberikan banyak
bukti untuk menafsirkan hubungan antara praktik membesarkan anak dan
sifat-sifat kepribadian dewasa. Lama studi empiris dari anak usia dini sampai
dewasa diharapkan untuk mengeksplorasi sosialisasi dan pembentukan kepribadian.
Sumber
: http://www.as.ua.edu/ant/Faculty/murphy/cult&per.htm
PENDUDUK DAN
PERMASALAHANNYA
Orang yang
pertama mengemukakan teori mengenai penduduk ialah “Thomas Robert Malthus.
Dalam edisi pertamanya “Essay Population “ tahun 1798. Malthus mengemukakan
adanya dua persoalan pokok, yaitu bahwa bahan makanan adalah penting utnuk
kehidupan manusia dan nafsu manusia tidak dapat ditahan. Bertitik tolak dari
hal itu teori Malthus yang sangat terkenal yaitu bahwa berlipat gandanya
penduduk itu menurut deret ukur, sedangkan berlipat gandanya bahan makanan
menurut deret hitung, sehingga pada suatu saat akan timbul persoalan-persoalan
yang berhubungan dengan penduduk.
Tidak lama
setelah Malthus mengemukakan pendapatnya, timbullan kemudian bermacam-macam
teori/pandangan sebagai kritis atau sebagai perbandingan atas teori Malthus.
,misalnya saja pandangan yang mengemukakan bahwa pertambahan penduduk itu
merupakan hasil (resulta) dari keadaan sosial termasuk ekonomi, dimana orang
saling berhubungan dan terkenal sebagai teori sosial tentang pertambahan
penduduk
Disamping
itu ada juga yang berpendapat bahwa manusia itu dalam kehidupannya terkait
dengan alam atau daerah dimana mereka hidup. Oleh karena itu penduduk dunia itu
bertambah karena kelahiran lebih besar dari kematian, sehingga tingkat
kelahiran lebih besar dari tingkat kematian. Ini disebabkan karena manusia
sebagai mahluk hidup akan selalu berusaha agar mempunyai keturunan dan
memperjuangkan hidupnya untuk dapat hidup panjang (berumur panjang) dan ini
sering dikenal dengan teori alam tentang pertumbuhan penduduk.
DINAMIKA
PENDUDUK
Dinamika
penduduk menunjukkan adanya factor perubahan dalam hal jumlah penduduk yang
disebabkan oleh adanya pertumbuhan penduduk. Penduduk bertambah tidak lain
karena adanya unsurr lahir, mati, datang dan pergi dari penduduk itu sendiri.
Karena keempat unsur tersebut maka pertambahan penduduk dapat dihutung
dengan cara : pertambahan penduduk = ( lahir – mati) + ( datang – pergi ).
Pertambahan penduduk alami karena diperoleh dari selisih kelahiran dan kematian
. Unsur penentu dalam pertambahan penduduk adalah tingkat fertilitas dan
mortalitas.
Fertilitas
adalah tingkat pertambahan anak yang dihitung dari jumlah kelahiran setiap
seribu penduduk dalam satu tahun. Tingkat kelahiran yang dihitung dari
kelahiran perseribu penduduk dalam satu tahun merupakan kelahiran secara kasar,
sering disebut Crude birth Rate (CBR). Disamping CBR ini dapat juga kita
mencari tingkat kelahiran dari wanita umur tertentu yang disebut Age Specifica
Fertility Rare (ASFR), yaitu diperhitungkan dari jumlah kelahiran dari tiap
seribu wanita dalam usia produktif (tertentu) dalam satu tahun.
Faktor kedua
mempengaruhi pertumbuhan penduduk ialah mortalitas atau tingkat kematian secara
kasar disebut Crude Date Rate (CDR), yaitu jumlah kematian pertahun perseribu
penduduk.
Bagaimana
dengan dinamika penduduk Indonesia ?
Untuk
memproyeksikan penduduk dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut :
Pn
= (1 + r) n x Po
Pn
= jumlah
penduduk yang dicari pada tahun tertentu (proyeksi penduduk)
r = tingkat
pertumbuhan penduduk dalam prosen
n = jumlah dari
tahun yang akan diketahui
Po =
jumlah
penduduk yang diketahui apa tahun dasar
Sebagai
contoh :
Tahun 1961
jumlah penduduk Indonsia 96 juta, dengan tingkat pertambahan penduduk 2,4 5,
berapa penduduk Indonesia tahun 2001 ?
Tahun 2001
penduduk Indonesia ( 1 + 2,4/100 ) 40 x 96 juta = 248 juta
KOMPOSISI
PENDUDUK
Sensus
penduduk yang diadakan 10 tahun sekali oleh pemerintah kita, bukan hanya
menghitung jumlah penduduk saja tetapi juga mendata tentang umur penduduk,
jenis kelamin penduduk, tingkat pendidikan penduduk, jenis mata pencaharian dan
sebaginya. Kesemuanya ini menunjukkan susunan penduduk atau komposisi penduduk
dinegara kita pada tahun tersebut. Komposisi penduduk suatu Negara dapat dibagi
menurut komposisi tertentu, misalnya komposisi penduduk menurut umur, menurut
tingkat pendidikan, menurut pekerjaan dan sebagainya.
Dengan
mengetahui komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin, dapta
disusun/dibuat apa yang disebut piramida penduduk, yaitu grafik susunan
penduduk menurut umur dan jenis kelamin pada saat tertentu dalam bentuk pyramid.
Golongan laki-laki ada diseblah kiri dan perempuan disebelah kanan. Garis
aksisnya (vertical) menunjukkan interval umur dan gari horisontalnya menunjukna
jumlah atau prosentasi..
Berdasarkan
komposisinya piramida penduduk dibedakan atas :
-
Penduduk muda yaitu penduduk dalam pertumbuhan, alasannya lebih besar dan
ujungnya runcing, jumlah kelahiran lebih besar dari jumlah kematian
-
Bentuk piramida stasioner, disini keadaan penduduk usia muda, usia dewasa dan
lanjut usia seimbang, pyramid penduduk stasioner ini merupakan idealnya keadaan
penduduk suatu Negara
-
Piramida penduduk tua, yaitu piramida pendduk yang menggambarkan penduduk dalam
kemunduran, pyramid ini menunjukkan bahwa penduduk usia muda jumlanya lebih
kecil dibandingkan dengan penduduk dewasa, hal ini menjadi masalah karena jika
ini berjalan terus menerus memungkinkan penduduk akan menjadi musnah karena
kehabisan. Disini angka kelahiran lebih kecil dibandingkan angka kematian.
PERSEBARAN
PENDUDUK
Kecenderungan
manusia untuk memilih daerah yang subur untuk tempat tinggalnya, terjadi sejak
pola hidup masih sangat sederhana. Itulah maka sejak masa purba daerah sangat
subur selalu menjadi perebutan mansuia, sehingga tidak salah lagi bahwa daerah
yang subur ini kemungkinan besar terjadi kepadatan penduduk. Sudah barang tentu
hal semacam ini terjadi didaerah/Negara yang pola hidup penduduknya masih
bertani.
Daerah
semacam inilah yang kemudian berkembang menjadi daerah perkotaan, daerah tempat
pemerintahan, daerah perdagangan dan sebagainya.. prinsip tempat tinggal
mendekati tempat bekerja yang secara langsung atau tidak, menimbulkan
ketidakseimbangan penduduk ditiap-tiap daerah. Sehingga terjadi daerah yang
berpenduduk padat. Dari prinsip itulah kemudian terjadi perpindahan
penduduk dari satu daerah ke daerah lain.
PERKEMBANGAN
DAN PERUBAHAN KEBUDAYAAN
Kebudayaan
selalu dimiliki oleh setiap masyarakat, hanya saja ada suatu masyarakat yang
lebih baik perkembangan kebudayaannya dari pada masyarakat lainnya untuk
memenuhi segala kebutuhan masyarakatnya. Pengertian kebudayaan banyak sekali
dikemukakan oleh para ahli. Salah satunya dikemukakan oleh Selo Soemardjan dan
Soelaiman Soemardi, yang merumuskan bahwa kebudayaan adalah semua hasil
dari karya, rasa dan cipta masyarakat. Karya masyarakat menghasilkan
teknologi dan kebudayaan kebendaan, yang diperlukan manusia untuk menguasa alam
sekitarnya, agar kekuatan serta hasilnya dapat diabdikan untuk kepntingan
masyarakat.
Rasa yang
meliputi jiwa manusia mewujudkan sega norma dan nilai masyarakat yang perlu
untuk mengatur masalah-masalah kemasarakatan alam arti luas., didalamnya
termasuk, agama, ideology, kebatinan, kenesenian dan semua unusr yang merupakan
hasil ekspresi dari jiwa manusia. Yang hidup sebagai anggota masyarakat.
Selanjtunya cipta merupakan kemampuan mental, kemampuan piker dari orang yang
hidup bermasyarakat dan yang antara lain menghasilkan filsafat serta ilmu
pengetahuan. Rasa dan cipta dinamakan kebudayaan rohaniah. Semua karya, rasa
dan cipta dikuasai oleh karsa dari orang-orang yang menentukan kegunaannya,
agar sesuai dengan kepentingan sebagian besar, bahkan seluruh masyarakat.
Dari
pengetian tersebut menunjukkan bahwa kebudayaan itu merupakan keseluruhan ari
pengetahuan manusia sebagai mahluk sosial, yang digunakan untuk
menginterpretasikan dan memahami lingkungan yang dihadapi, untuk memenuhi
segala kebutuhannya serta mendorong terwujudnya kelakuan manusia itu
sendiri.Atas dadar itulah para ahli mengemukakan adanya unsure kebudayaan
yang umumnya diperinci menjadi 7 unsur yaitu :
- unsur religi
- sistem kemasyarakatan
- sistem peralatan
- sistem mata pencaharian hidup
- sistem bahasa
- sistem pengetahuan
- seni
Bertitik
tilah dari sistem inilah maka kebudayaan paling sedikit memiliki 3 wujud antara
lain:
- wujud sebagai suatu kompleks dari ide, gagasan, norma, peraturan dan sejenisnya. Ini merupakan wujud ideal kebudayaan. Sifatnya abstrak, lokasinya aa dalam pikiran masyarakat dimana kebudayaan itu hidup
- kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat
- kebudayaan sebagai benda hasil karya manusia
Perubahan
kebudayaan pada dasarnya tidak lain dari para perubahan manusia yang hidup
dalam masyarakat yang menjadi wadah kebudayaan itu. Perubahan itu terjadi
karena manusia mengadakan hubungan dengan manusia lainnya, atau karena hubungan
antara kelompok manusia dalam masyarakat. Tidak ada kebudayaan yanga statis,
setiap perubahan kebudayaan mempunyai dinamika, mengalami perubahan; perubahan
itu akibat dari perubahan masyarakat yang menjadi wadah kebudayaan tersebut.
KEBUDAYAAN
HINDU, BUDHA DAN ISLAM
Kebudayaan
Hindu dan Budha
Pada abad
ke-3 dan je-4 agama Hindu masuk ke Indonesia khususnya ke pulau jawa. Perpaduan
atau akulturasi antara kebudayaan setempat dengan kebudayaan Hindu yang berasal
dari India itu berlangsugn luwes dan mantap. Sekitar abad ke 5, ajaran Budha
atau budhisme masuk ke Indonesia, khususnya ke pulau Jawa. Agama/ajaran budha
dapat dikatakan berpandangan lebih maju dari pada hinduisme, sebab Budhisme
tidak menghendaki adanya kasta-kasta dalam masyarakat.
Walaupun
demikian, kedua agama itu di Indonesia, khususnya di pulau jawa tumbuh dan
berkembang berdampingan secara damai. Baik penganut hinduisme maupun budhisme
melahirkan karya-karya budaya yang bernilai tinggi dalam seni
bangunan/arsitektur, seni pahat, seni ukir maupun seni sastra, seperti
tercermin dalam bangunan/arsitektur, relief-relief yang diabadikan dalam
candi-candi di jawa tengah ataupun jawa timur. Candi-candi yang dimaksud
diantaranya candi borobudur, mendut, prambanan, kalasan, badut, kidal, jago,
singasari, disekita kota malang, candi panataran dan siwa disekitar kota
Blitar, semua wilayah propinsi jawa timur.
Kebudayaan
Islam
Pada abad
ke-15 dan ke-16, agama Islam telah dikembangkan di Indonesia, oleh para
pemuka-pemuka Islam yang disebut wali sanga. Titik sentral penyebaran agama
islam paa abad itu berada di pulau jawa. Sebenarnya agama Islam masuk ke
Indonesia khususnya ke pulau jawa jauh sebelum abad ke -15. suatu bukti bahwa
awal abad ke-11 sudah ada wanita Islam yang meninggal dan dimakamkan di Kota
Gresik. Masuknya agama Islam ke Indonesia, teristimewa ke pulau jawa
berlangsung dalam suasana damai. Hal ini disebabkan karena Islam dimauskkan ke
Indonesia tidak dengan paksa, melainkan dengan cara baik-baik. Di samping itu
disebabkan sekap toleransi yang dimiliki banga kita
Pada abad
ke-15, ketika kejayaan maritim majapahit mulai surut, berkembanglah
negara-negara pantai yang dapat merongrong kekuasaan dan kewibawaan Majapahit
yang berpusat pemerintahan di pedalaman. Negara-negara yang dimaksud adalah
negara Malaka di semenanjung Malaka, negara Aceh di ujung pulau Sumatra, negara
Banten di jawa Barat, negara Demak di pesisir utara jawa tengah, negara
Goa di sulawesi selatan. Dalam proses perkembangan negara-negara tersebut yang
dikendalikan oleh pedagang-pedagang kaya dan golongan bangsawan kota-kota
pelabuhan, nampaknya telah terpengaruh dan menganut ajaran Islam.
Didaerah-daerah
yang belum amat terpengaruh oleh kebudayaan Hindu, agama Islam mempunyai pengaruh
yang mendalam dalam kehidupan penduduk di daerah yang bersangkutan. misalnya di
Aceh, Banten, sulawesi selatan, sumatra Timur, sumatra barat, dan pesisir
kalimantan.
Agama islam
berkembang pesat di Indonesia dan menjadi agama yang medapat penganut sebagian
besar penduduk indonesia. tak dapat dipungkiri lagi, bahwa kebudayaan islam
mewarnai sebagian besar penganutnya di Indonesia. Dengan begitu, agama islam
memberi saham yang besar bagi perkembangan kebudayaan dan kepribadian bangsa
Indonesia.
KEBUDAYAAN BARAT
Unsur
kebudayaan yang juga memberi warna terhadap corak lain dari kebudayaan dan
kepribadian bangsa indonesia adalah kebudayaan Barat. Awal kebudayaan barat
masuk ke negara tercinta ini ketika kaum kolonialisme/penjajah manggedor masuk
ke Indonesia, terutama bangsa Belanda. Mulai dari penguasaan dan kekuasaan
perusahaan dagang Belanda (VOC) dan berlanjut dengan pemerintahhan kolonialisme
Belanda, tanah air Indonesia telah dijajah selama 350 tahun. DI pusat kekuasaan
pemerintah Belanda, di kota-kota propintsi, kabupaten muncul bangunan-bangunan
dengan gaya arsitektur Barat. Dalam kurun waktu itu juga, di ktoa-kota pusat
pemerintahan terutama di jawa, Sulawesi Utara, dan Maluku berkembang dua
lapisan sosial. Lapisan sosial pertama,t erdiri dari kaum buruh dari
berbagai lapangan pekerjaan. Lapisan kedua, adalah kaum pegawai. Dalam lapisan
sosial kedua inilah pendidikan Barat di sekolah-sekolah dan kemampuan/kemahiran
bahasa Belanda menjadi syarat utama untuk mencapai kenaikan kelas sosial.
Akhirnya masih harus disebut pengaruh kebudayaan Eropa
yang masuk juga kedalam kebudayaan Indonesia, ialah agama Katolik dan agama
kristen protestan. Agama-agama tersebut biasanya disiarkan dengan segnaja oleh
organisasi-organisasi penyiaran agama( missie untuk agama Katolik dan Zending
untuk agama kristen) yang semuanya bersifat swasta. Penyiaran dilakukan
terutama di daerah-daerah dengan penduduk yang belum pernah mengalami pengaruh
agama hindu, budha, atau islam. daerah-daerah itu misalnya Irian jawa, maluku
tengah dan selatan, sulawesi utara dan tengah, nusa tenggara timur dan pedalam
kalimantan. Kebudayaan Barat
sumber : Oleh Khayrurrijal
Adanya usaha pengeliminiran antar unsur kebudayaan.
Kondisi ini dapat dilihat dari peperangan yang terjadi antara keyakinan dengan sains, keyakinan dengan filsafat, keyakinan dengan seni, keyakinan dengan ekonomi, politik dengan moralitas, moralitas dengan ekonomi, dan lain-lain.
Dapat dilihat, bahwa merupakan suatu hal yang umum diketahui bahwa kondisi tersebut wajar terjadi. Dan bahkan kerap digeneralisir kepada seluruh kebudayaan yang ada di seluruh pelosok bumi. Sehingga muncul anggapan yang naif akibat pencitraan dan kegelapan mata, bahwa sangat sulit untuk menyatukan atau menghentikan peperangan tersebut.
Inilah penyebab yang mungkin membuat Barat membuat sebuah mekanisme pelumpuhan kemampuan mendominasi atau menyerang kepada unsur kebudayaan lain. Lewat pencitraan bahwa di balik segala sesuatu ada kekuasaan, relativitas kebenaran, teologi global, pluralisme agama, anarkis metodologis, Hak Asasi Manusia, dan masih banyak lainnya. Dan usaha tersebut sudah menampakkan pengaruhnya dalam kehidupan seluruh manusia yang terjangkau oleh globalisasi.
Hal lain yang terjadi adalah munculnya sebuah kondisi inferior tentang dua hal dalam kebudayaan yaitu, keyakinan dan moralitas. Dua sisi ini, menjadi sedemikian inferior, sehingga mereka melakukan “bunuh-diri” dengan mereduksi dirinya sendiri menjadi hanya tinggal nilai-nilai universal. Sehingga jalan keselamatan tidak hanya lewat keyakinan yang mereka pegang. Kebudayaan Barat menjadi kebudayaan yang lahir sebagai sintesa bagi kebudayaan Kristen-Romawi – meskipun masih mengambil beberapa peringatan dari kebudayaan Kristen-Romawi seperti Valentine, Natal, Paskah, Halloween, dan lain-lain. Kebudayaan barat dibangun dengan semangat Yunani dengan Filsafat sebagai “teologi”, demokrasi sebagai sistem politik, protestan sebagai keyakinan tanpa ibadah (deisme), sekulerisme sebagai alat potong dan pelumpuhan intervensi dari pihak manapun, homoseks dan banalitas-seksual sebagai antitesa pengakuan dosa dan represi seksual Katolik.
Proses pengambilan unsur-unsur tersebut oleh kebudayaan Barat, dilakukan secara asimilatif. Unsur-unsur tersebut diambil secara mentah-mentah dan kemudian dicampur dalam sebuah kondisi yang saling bertolak belakang. Kebudayaan Barat lahir bukan dari prinsip yang utuh dan meliputi, akan tetapi bersifat parsial dan karena tidak dapat dihubungkan atau bertentangan, maka terjadi isolasi (yang akan lebih lanjut diuraikan) atau peperangan (seperti sudah diuraikan di atas).
Sungguh malang, namun hal itu benar-benar terjadi dan ternyata menular kepada kebudayaan lain. Penyakit tersebut diderita pula oleh kebudayaan lain dan akhirnya berusaha mengadaptasi cara Barat dalam menjalani kebudayaannya. Terlihat dengan menggunakan periodisasi sejarah seperti Barat. Periodisasi dikenal dengan pembagian Klasik, Abad Pertengahan, Renaisans, Modern, dan Posmodern. Para peng-asimilasi kebudayaan Barat kemudian mencoba men-sekuler-kan dan me-liberal-kan kebudayaan mereka seperti yang dilakukan kebudayaan Barat untuk mencapai kejayaan dan kemajuan yang dicapai Barat. Akhirnya banyak kebudayaan yang menjadi “Barat” (westernisasi), mulai dari pandangan ontologis hingga etis, beserta prakteknya..
Sebenarnya, masyarakat Barat mulai sadar dengan kondisi yang demikian sakit – meski disayangkan para peng-asimilasi kebudayaan Barat nampaknya belum sadar. Namun, mereka tidak dapat melihat secara jelas akar permasalahannya. Masyarakat Barat banyak yang melarikan diri ke dalam spiritualitas, dunia mistis, kehidupan banal, menikmat seks yang memuakkan, menikmati musik yang mebuat histeris, dan lain-lain hingga akhirnya bunuh-diri, menjadi fenomena yang wajar dan tidak berusaha untuk diubah. Semua hal tersebut adalah wajar karena kebebasan adalah segalanya. Tradisi haruslah sesuatu yang rasional dan menjunjung kebebasan dan Hak Asasi Manusia. Lewat argumentasi ini, individu-Barat menjadi pragmatis, eklektis, dan split-many-personality.
Meskipun muncul kesadaran tentang ke-akut-an penyakit mereka, pengeliminiran ini masih terus terjadi dan entah kapan akan berakhir.
Adanya usaha untuk mengisolasi unsur kebudayaan yang satu dari unsur kebudayaan yang lain.
Mengisolasi unsur kebudayaan yang satu dengan yang lain, sebenarnya merupakan konsekuensi dari eklektis-kontradiktifnya kebudayaan Barat – karena unsur-unsur kebudayaannya tidak berhubungan bahkan bertentangan satu sama lain. Usaha untuk mengisolasi ini adalah sebuah hal yang sudah kita ketahui, lewat ungkapan-ungkapan, seperti seni untuk seni (seni murni), sains untuk sains, politik untuk politik, ekonomi untuk ekonomi, dan hukum untuk hukum.
Jika ditelusuri, penyebab kondisi tersebut adalah sekularisme – selain yang sudah disebutkan di atas. Sekularisme, pada awalnya, menyerang agama Kristen yang berkelindan dengan negara. Sekularisme menghendaki agar gereja atau urusan keyakinan dipisahkan dari negara. Pemisahan ini, ternyata semakin meluas dan menjangkiti unsur-unsur kebudayaan Barat yang lain. Semua unsur tersebut, secara implisit mengatakan bahwa mereka memiliki wilayahnya masing-masing yang otonom dan terpisah dari yang lainnya. Keter-pisahan ini membuat diri individu-Barat juga menjadi split-many-personality. Mereka menjadi sedemikian banyak pribadi yang berbeda dalam dunia yang sebenarnya hanya satu. Pribadi-banyak yang dimaksud adalah pribadi yang menghidupi prinsip-prinsip yang bertentangan di dalam unsur-unsur kebudayaannya. Hal ini membuat seseorang yang hidup seperti demikian, akan memiliki dua prinsip yang berbeda-bertentangan dalam satu unsur kebudayaan, seperti menjadi teis (formal) sekaligus ateis (praktek, dalam sekularisme), dan ketika berpindah menghidupi unsur kebudayaan lain.
Namun, perlahan pula disadari bahwa isolasi seperti adalah sebuah tindakan yang naif dan banyak merusak. Seperti mulai disadari bahwa seni bukan untuk seni itu sendiri. Seni, yang nyatanya menjadi sebuah sarana untuk melakukan kritik sosial, juga merupakan seni, tapi bukan untuk dirinya sendiri. Sains pun demikian. Sains menjadi sesuatu yang digunakan untuk kemanfaatan kehidupan manusia. Dan begitu juga dengan unsur kebudayaan Barat yang lain.
Kesadaran ini, sayangnya masih menemui kebuntuan. Oleh karena ada problem dalam agama yang mereka anut sebelumnya, yang sebenarnya mendasar dan belum diselesaikan. Problem tentang Tuhan yang satu, kitab yang diwahyukan, Nabi dan rasul, bunda Maria, Natal, dan masih banyak yang lainnya. Problem tersebut belum mereka selesaikan, padahal itu letak permasalahan yang penting untuk diselesaikan.
Adanya ideologisasi di dalam masing-masing unsur kebudayaan.
Adanya ideologisasi ini, dapat dilihat dari penggunaan akhiran “-isme”. Misalnya, materialisme, idealisme, relativisme, empirisme, rasionalisme, positivisme, kapitalisme, sosialisme, komunisme, liberalisme, feminisme, hedonisme, dan masih banyak yang lainnya.
Ideologisasi ini pada dasarnya terjadi karena melihat realitas secara sebelah mata dan akhirnya melakukan reduksi yang menyebabkan masing-masing di dalam masing-masing unsur kebudayaan terdapat banyak ideologi. Liberalisme adalah sebuah ideologi yang liberal mulai dari sisi ontologis hingga etis. Dan begitu pula yang lainnya. Masing-masing ideologi sudah mengatur pandangan mulai dari tataran ontologis hingga etis. Lalu bagaimana semua unsur tersebut dapat disatukan dalam sebuah kebudayaan, yang disebut Barat?
Pertanyaan tersebut akan membawa kita kepada tesis yang sedari awal saya ajukan, bahwa Barat adalah kebudayaan yang ternyata bersifat kontradiktif antara unsur kebudayaan yang satu dengan yang lainnya. Unsur-unsur kebudayaan tersebut dapat bersatu hanya karena Barat sudah lelah mencari arkhe, pengetahuan dan kebenaran yang universal dan absolut, hingga akhirnya hanya menerima kebenaran pragmatis, pengetahuan yang abritrer, dan nilai yang relatif. Sebuah kelelahan yang akhirnya memunculkan sikap mengabaikan persoalan yang tidak kunjung terjawab. Pengabaian terhadap persoalan realitas universal ada atau tidak (soft anti-realisme); dasar yang tak goyah bagi pengetahuan (anti-fondasionalis); nilai yang incommensurability (tak terbandingkan) satu sama lain (relativisme nilai).
Pengabaian yang disebutkan di atas bukan tanpa problem. Sebab, mereka kemudian menghadapi problem atas munculnya ruang universalitas di dunia. Ketika akhirnya, multikulturalisme pun nampak menjadi suatu institusi yang “objektif” yang mengevaluasi aktivitas kebudayaan-kebudayaan yang ada, meskipun dikatakan bahwa nilai-nilai tersebut relatif. Berbicara tentang wujud dan pengetahuan yang relatif pula, namun seolah-olah apa yang dibicarakan bersifat universal.
Dapat dikatakan bahwa Barat sebagai sebuah kebudayaan adalah sebuah budaya yang sakit dan kini sedang mempopulerkan dirinya lewat globalisasi, sehingga manusia dalam kebudayaan lain menjadi ikut sakit. Kebudayaan lain, sebenarnya adalah kebudayaan yang lebih baik daripada kebudayaan Barat. Kebudayaan lain itu memiliki sebuah kesatuan hubungan antar unsur kebudayaannya. Tidak ada isolasi, ideologisasi, dan pengeliminiran dalam kebudayaan mereka. Meskipun masih terdapat permasalahan dari segi ke-Tuhan-an, yang merupakan pusat hubungan antar-unsur kebudayaan. Pusat tersebut bermasalah karena tidak ada keterangan yang nyata tentang siapa yang pantas menjadi Tuhan, bagaimana menyembahnya, apa saja yang menjadi perintah dan larangannya, dan seterusnya.
KEBUDAYAAN DAN KEPRIBADIAN
Berbagai
penelitian antropologi budaya menunjukkan, bahwa terdapat korelasi diantara
corak-corak kebudayaan dengan corak-corak kepribadian anggota-anggota
masyarakat, secara garis besar. Opini umum juga menyatakan bahwa kebudayaan
suatu bangsa adalah cermin dari kepribadian bangsa yang bersangkutan. Kalau
begitu pada sisi mana kebudayaandapat memberi pengaruh terhadap suatu
kepribadian ? jawabnya kita melihat dari sikap pemilik kebudayaan itu sendiri.
Manakalai pemilik kebudyaan itua menganggap bahwa segala sesuatu yang
terangklum dan terlebur dalam segala materi kebudayaan itu sebagai sesuatu yang
logis, normal, serasi, dan selaras dengan kodrat alam dan tabiat asasi
manusia dan sebagainya. setiap masayrakat mempunyai sistem nilai dan sistem
kaidah sebagai konkretisasinya. Nilai dan sistem kaidah berisikan
harapan-harapan masyarakat, perihal perilaku yang pantas. suatu kaidah misalnya
kaidah hukum memberikan batas-batas pada perilaku seseorang. batas-batas
tersebut menjadi suatau ”aturan permainan” dalam pergaulan hidup.
Sebaliknya
segala yang berbeda dari corak kebudayaan mereka, dianggap rendah, aneh, kurang
susila, bertentagnan degnan kodrat alam, dan sebagainya.
Contoh : Di indonesia
pada umumnya, apabila seorang wanita hamil tidak mempunyai suani, ia adalah
profil seseorang yang telah melanggar adat/kebisaaan suatu keluarga,
masyarakat, dan bangs pada umumnya. Budaya/adat istiadat kelaurga, masyarakat,
dan bangsa Indonesia yang berakar dari ajaran agama, tidak membenarkan dan
tidak metolelir hal semacam itu. Jika terjadi semacam itu, baik oleh lingkungan
keluarga maupun masyarakat, orang itu akan dikucilkan, dicibir, direndahkan
harkatnya. Sebab ia telah melanggnar adat/kepribadian keluarga dan masyarakat
di sekelilingnya.
Akan tetapi
contaoh tersebut jika terjadi di negara Barat atau negara komunis mungkin
dianggap biasa saja, mengapa begitu ? sebab, tata budaya dan kepribadian yang
dibakukan dalam sistem nilai, sistem kaidah orang-orang barat dan komunis
membenarkan kebiasaan / tingkah laku seperti itu. sama sekali bukan merupakan
pelanggaran adat istiadat..
sifat-sifat
kepribadian yang berakar dari adat istiadat dan ajaran agama pada suatu kelompok
masyarakat dapat dikukuhkan sebagai hukum adat.. Di laur itu ciri-ciri
kepribadian suatu kelompok masyarakat/bangsa, jgua teraacermin dalam penampilan
sikap hidup sehari-hari.
PRANATA
SOSIAL DAN INSTITUSIONALISASI
Untuk
menjaga agar hubungan antar anggota masyarakat dapat berjalan sesuai dengan
yang diharapkan, maka didalam masyarakat dibedakan adanya : cara atau “usage”
kelaziman (kebiasaan) atau “folkways”; tata kelakuan atau “mores”, dan adapt
istiadat “costom”. Disamping norma-norma yang tidak tertulis dan bersifat
informal ini, ada juga norma yang sengaja diciptakan secara formal dalam bentuk
peraturan – peraturan hukum. Setiap norma, baik usage, folkways,costom ataupun
peraturan hokum yang tertulis, mengikat setiap anggota untuk mematuhinya, hanya
saja kekuatan pengikatnya berbeda.
Usage
menunjukkan pada suatu bentuk perbuatan, kekutan mengikatnya sangat lemah bila
dibandingkan dengan folkways. Usage lebih menonjol didalam hubungan antar
individu didalam masyarakat. Penyimpangan terhadapnya tidak akan mengakibatkan
hukuman yang berat, hanya celaan dari individu yang dihubungi.
Folkways
diartikan sebagai perbuatan yang berulang-ulang dalam bentuk yang sama, yang
diikutinya kurang berdasarkan pelikiran dan mendasarkan pada kebiasaan katau
tradisi; yang diterjemahkan dengan kelajman atau kebiasaan. Kekuatan
pengikatnya lebih besar dari pada usage (cara). Sebagai contoh, anak-anak yang
tidak memberikan hormat kepada orang tua sangsinya jauh lebih berat
dibandingkan dengan waktu makan bersama mengunyahnya kedengaran oleh orang
lain. Folkways menunjukkan pola berperilaku yang diikuti dan diteima oleh
masyarakat.
Apabila
folkways ini diterima masyarakat sebagai norma pengatur, maka kebiasaan ini
berubah menjadi mores atau tata kelakuan. Mores diikuti tidak hanya secara
otomatis kurang berpikir, tetapi karena dihubungkan dengan suatu keyakinan dan
perasaan yang dimiliki oleh anggota masyarakat.. Mores ini disatu pihak
memaksakan perbuatan dan dilain pihak melarangnya tata kelakuan yang kekal dan
kuat integritasnya dengan pola-pola perilaku masyarakat, dapat meningkat
kekuatan mengikatnya menjadi costom, atau adapt istiadat. Anggota masyarakat
yang tidak mematuhi adat istiadat akan menerima suatu sangsi yang tegas..
Norma-norma
tersebut setelah mengalami proses tertentu pada akhirnya akan menjadi bagian
tertentu dari lembaga kemasyarakatan. Proses tersebut dinamakan proses
institusionalisasi, yaitu suat proses yang dilewati oleh norma kemasyarakatan
yang baru untuk menjadi bagian dari salah satu lembaga kemasyarakatan, sehingga
norma tersebut oleh masyarakt diterima, dihargai, dan kemudian ditaati dan
dipatuhi dalam mengatur kehidupan sehai-hari.
Dr.
Koentjaraningrat membagi lembaga sosial/pranata-pranata kemasyarakatan
menjadi 8 macam yaitu :
- Pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan kehidupan kekerabatan atau domestic institutions
- Pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan manusia untuk mata pencaharian hidup ( economic institutions)
- Pranata yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan ilmiah manusia (scientific institution)
- Pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan pendidikan (educational institutions)
- Pranata yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan ilmiah, menyatakan rasa keindahan dan rekreasi (aesthetic anda recreational institutions)
- Pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan manusia untuk berhubungan dengan Tuhan atau alam gaib (religius institutions)
- Pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan manusia untuk mengatur kehidupan berkelompok atau bernegara (political institutios)
- Pranata yang bertujuan mengurus kebutuhan jasmaniah manusia (cosmetic institutions)
Sumber :
Materi ISD univ Gunadarma
http://isramrasal.wordpress.com/2009/12/26/pendNAMA : DARMI KARTIKA
KELAS : 1KA27
NPM : 11112722
Tidak ada komentar:
Posting Komentar