Rabu, 17 Oktober 2012

PENDUDUK MASYARAKAT DAN KEBUDAYAAN


1 . Penduduk, Masyarakat dan kebudayaan
Penduduk masyarakat dan kebudayaan adalah konsep-konsep yang pertautannya satu sama lain sangat berdekatan. Bermukimnya penduduk dalam suatu wilayah tertentu dalam waktu yang tertentu pula, memungkinkan untuk terbentuknya masyarakat di wilayah tersebut. Ini berarti masyarakat akan terbentuk bila ada penduduknya sehinggat idak mungkin akan ada masyarakat tanpa penduduk, masyarakat terbentuk karena penduduk. Sudah barang tentu penduduk disini yang dimaksud adalah kelompok manusia, bukan penduduk/populai dalam pengertian umum yang mengandung arti kelompok organisme yang sejenis yang hidup dan berkembang biak pada suatu daerah tertentu.
Demikian pula hubungan antara masyarakat dan kebudayaan, ini merupakan dwi tunggal, hubungan dua yang satu dalam arti bahwa kebudayaan merukan hasil dari suatu masyarakat, kebudayaan hanya akan bisa lahir, tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Tetapi juga sebaliknya tidak ada suatu masyarakat yang tidak didukung oleh kebudayaan. Hubungan antara masyarakat dan kebudayaan  inipun merupakan juga hubungan yang saling menentukan
Penduduk, dalam pengertian luas diartikan sebagai kelompok organisme sejenis yang berkembang biak dalam suatu daerah tetentu. Penduduk dalam arti luas itu sering diistilahkan popuasi dan disini dapat meliputi populais hewan, tumbuhan dan juga manusia. Dalam kesempatan ini penduduk digunakan dalam pengertian orang-orang yang mendiami wilayah tertentu, menetap dalam suatu wilayah, tumbuh dan berkembang dalam wilayah tertentu pula.
Adapun masyarakat adalah suatu kesatuan kehidupan sosial manusia yang menempati wilayah tertentu, yang keteraturannya dalam kehidupan sosialnya telah dimungkinkan karena memiliki pranata sosial yang telah menjadi tradisi dan mengatur kehidupannya. Tekanannya disini terletak pada adanya pranata sosia, tanpa pranata sosial kehidupan bersama didalam masyarakat tidak mungkin dilakukan secara teratur. Pranata sosial disini dimaksudkan sebagai perangkat peraturan yang mengatur peranan serta hubungan antar anggota masyarakat, baik secara perseorangan maupun secara kelompok.
Kebudayaan merupakan hasil budi daya manusia, ada yang mendefinisikan sebagai  semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Karya manusia menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan, sedangkan rasa mewujudkan segala norma dan nilai untuk mengatur kehidupan dan selanjutna cipta merupakan kemampuan berpikir kemampuan mental yang menghasilkan filsafat dan ilmu pengetahuan (selo sumarjan dan sulaiman..s)
 KEBUDAYAAN DAN KEPRIBADIAN
Kebudayaan dan kepribadian gerakan adalah inti dari antropologi pada paruh pertama abad ke-20. Ia mencoba untuk menemukan ciri-ciri umum berulang dalam suatu budaya tertentu untuk mengarah ke penemuan yang bersifat nasional, jenis dan konfigurasi model kepribadian kepribadian dengan mencari karakteristik individu dan kepribadian. Bidang kepribadian dan budaya memberi perhatian khusus untuk sosialisasi anak-anak dan enkulturasi. Teori budaya dan sekolah kepribadian berpendapat bahwa sosialisasi menciptakan pola kepribadian. Ini membantu orang-orang bentuk emosi, pikiran, perilaku, nilai-nilai budaya dan norma-norma untuk masuk ke dalam dan berfungsi sebagai anggota yang produktif dalam masyarakat manusia sekitarnya. Studi tentang budaya dan kepribadian menunjukkan bahwa praktek-praktek sosialisasi yang berbeda seperti pengasuhan anak dalam masyarakat yang berbeda (budaya) menghasilkan tipe kepribadian yang berbeda.
Studi tentang budaya dan kepribadian menarik banyak konstruksi dari pengembangan psikoanalisis dan sosial sebagai diterapkan untuk fenomena sosial dan budaya. Psikoanalisis Freud menyatakan bahwa semua manusia adalah sama ketika lahir, tetapi membesarkan anak di masyarakat yang berbeda menyebabkan penyimpangan perilaku dan kepribadian satu sama lain. Menurut perspektif ini, para ulama budaya dan sekolah kepribadian studi tipe kepribadian khas dalam masyarakat tertentu dan atribut sifat-sifat ke berbagai praktik membesarkan anak seperti makan, berbicara dan toilet training. Konsepsi ini ditunjukkan dalam karya antropolog, seperti Margaret Mead dan Ruth Benedict, Barbara Rogoff dan Shirley Brice Heath.
Budaya dan sekolah kepribadian dipandang sebagai aspek dari total lapangan dan bukan sebagai sistem yang terpisah atau bahkan sebagai abstraksi-abstraksi analitis sah dari data urutan yang sama (Kluckhohn 1954: 685). Dengan kata lain, budaya dan kepribadian yang saling tergantung dan melacak sepanjang kurva saling berhubungan. Budaya mempengaruhi pola sosialisasi, yang pada gilirannya beberapa bentuk varians dari kepribadian (Maccoby 2000). Karena praktek sosialisasi khas dalam masyarakat yang berbeda, setiap masyarakat memiliki budaya yang unik dan sejarah. Berdasarkan perspektif ini, seseorang tidak boleh berasumsi hukum universal mengatur bagaimana budaya berjalan. Seperti Boas (2001) mengatakan: “Kami lebih melihat bahwa setiap kelompok budaya memiliki sejarahnya sendiri yang unik, tergantung sebagian pada perkembangan batin khas dari kelompok sosial, dan sebagian pada pengaruh asing yang telah dikenakan. …, Tetapi akan sangat mustahil untuk memahami, berdasarkan skema evolusi tunggal, apa yang terjadi kepada orang-orang tertentu “(2001:125).
Pandangan Franz Boas dan orang-orang dari murid-muridnya seperti Ruth Benedict menentang bahwa dari awal evolusionis seperti Louis Henry Morgan dan Edward Tylor yang percaya budaya masing-masing berjalan melalui sistem evolusi yang sama hirarkis. Franz Boas dan pengikutnya mengubah gelombang antropologi Amerika.
Sigmund Freud (1856-1939) teori, budaya dan sekolah kepribadian di awal abad kedua puluh meminjam wawasan Sigmund Freud, bapak psikoanalisis untuk menjelaskan fenomena pikiran seperti diungkapkan dalam budaya yang berbeda. Freud adalah Yahudi -Austria psikiater dan teori psikologis yang paling berpengaruh dari abad 20. Dia menekankan pengalaman masa kecil dan tidak sadar kepribadian motif bentuk. Freud klaim mimpi jalan kerajaan ke bawah sadar. Artinya, interpretasi mimpi bisa menjadi akses untuk memahami aspek-aspek kepribadian. Karyanya The Interpretation of Dreams mengungkapkan bahwa tidak ada yang terjadi secara kebetulan dan tindakan manusia dan pikiran yang didorong oleh ketidaksadaran pada tingkat batas. Dia menciptakan kompleks Oedipus dalam teori psikoanalisis. Ini adalah fenomena universal di mana sekelompok perasaan sadar dan ide-ide yang ingin memiliki orang tua yang berlawanan jenis dan permusuhan terhadap pelabuhan induk dari jenis kelamin yang sama. Kompleks Oedipus Freud analisis-diri. Panjang berkelanjutan Freud kepentingan dalam antropologi antropologis mencerminkan Totem, karya dan Taboo: kemiripan antara Kehidupan mental Savage dan neurotis. Dia menafsirkan tabu dan originasi mempekerjakan mereka melalui penerapan psikoanalisis untuk bidang antropologi, agama dan arkeologi. Pengaruh Freud pada antropologi dengan baik dijelaskan dalam (1983) Wallace buku, Freud dan antropologi: Sebuah sejarah dan penilaian kembali.
Erik Erikson (1902 – 1994) Dia adalah neo-Freudian Denmark-Jerman-Amerika psikoanalis. Erikson adalah masyarakat yang lebih dan budaya-berorientasi dari Freudian. Dia dikenal karena teori sosial budaya dan dampaknya terhadap pembangunan manusia. Erikson berteori delapan tahap sosialisasi manusia. Dia menguraikan tahap kelamin Freud menjadi remaja ditambah tiga tahap dewasa. Dia koin frase krisis identitas, masa remaja peran kebingungan intensif dan eksplorasi cara yang berbeda untuk melihat diri sendiri. Erikson juga menekankan mutualitas dalam mempengaruhi generasi. Tidak seperti penekanan Freud untuk mempengaruhi orangtua yang dramatis pada anak-anak, Erikson percaya bahwa anak-anak berdampak pada pembangunan orangtua mereka juga. Ia mengintegrasikan informasi dari antropologi budaya tentang peran budaya dalam pembangunan manusia.
Edward Sapir (1884-1939) Edward Sapir lahir di Jerman. Ketika dia berumur lima tahun, keluarganya datang ke Amerika Serikat. Sapir adalah kepala Departemen Antropologi di Universitas Yale. Dia adalah rekan dekat Ruth Benedict dan belajar di bawah pengawasan Franz Boas dan Alfred Kroeber, mahasiswa lain Franz Boas. Dr Sapir diakui sebagai salah satu yang pertama untuk mengeksplorasi hubungan antara bahasa dan antropologi. Dia memandang bahasa sebagai alat dalam membentuk pikiran manusia. Dia menjelaskan bahasa simbol verbal hubungan manusia. Bekerja kuncinya keprihatinan etnografi dan linguistik kelompok pribumi Amerika. Dia mencatat untuk menjelajahi hubungan antara perilaku bahasa, kepribadian dan sosial. Eksplorasi menerangi Nya dalam bahasa, budaya dan kepribadian telah dikumpulkan dalam buku berjudul Bahasa, Budaya, dan Kepribadian diterbitkan pada tahun 1949 oleh University of California Press.
Benjamin Lee Whorf (1897 – 1941) Dia adalah seorang ahli linguistik Amerika. Whorf tertarik pada Indian Amerika dan bahasa Hopi. Dia mahasiswa Edward Sapir itu. Whorf percaya pada determinisme linguistik, yaitu, bentuk bahasa pikiran dan struktur bahasa mempengaruhi kognisi dan perilaku pengguna bahasa. Dia telah dipandang sebagai pendukung utama relativitas linguistik. Relativitas linguistik berarti perbedaan dalam berbagai bahasa mencerminkan pandangan yang berbeda dari penutur bahasa. Relativitas linguistik sering mengacu pada ” hipotesis Sapir-Whorf “, dinamai setelah mentornya Edward Sapir dan dia. Dia menggunakan teknik observasi untuk melihat perbedaan linguistik dan konsekuensi mereka dalam pikiran manusia dan perilaku.
Ruth Benedict (1887-1948) Ruth Benedict adalah mahasiswa dari Franz Boas di Columbia University. Terkenal memberikan kontribusinya ke konfigurasi atau pola budaya yang menyatakan budaya harus dilihat secara keseluruhan dalam bentuk atau dalam pola bukan sebagai ciri-ciri budaya. Seluruh budaya menentukan kepribadian individu dari budaya. Dia berpendapat “kristalisasi dari pola budaya bukanlah hasil dari keadaan yang diperlukan, melainkan merupakan formulasi kreatif dari imajinasi manusia” (Salzman 2001: 70). Seperti Boas, dia percaya bahwa kebudayaan adalah produk dari pilihan manusia bukan determinisme budaya. Benediktus dilakukan penelitian lapangan di kalangan Indian Amerika, Eropa kontemporer dan masyarakat Asia. Bekerja kuncinya, Pola Kebudayaan dan Krisan dan Pedang: Pola Kebudayaan Jepang, menyebar luas pentingnya budaya dalam pembentukan kepribadian individu dan rasisme menyerang dan etnosentrisme. Interpretasinya panduan orang menuju pemahaman lebih lanjut dari konsep budaya dan relativisme budaya. Relativisme budaya menunjukkan bahwa setiap masyarakat ditafsirkan dalam norma-norma sendiri. Orang-orang dari budaya lain tidak harus menggunakan standar mereka untuk meremehkan norma-norma, nilai-nilai dan kebiasaan budaya yang berbeda dari mereka sendiri. Dia lebih lanjut menunjukkan moralitas yang dievaluasi oleh nilai-nilai budaya. Konseptualisasi Benediktus budaya paling mencerminkan ide-idenya pada partikularisme budaya yang menekankan pentingnya mengeksplorasi tiap-tiap kebudayaan itu sendiri. Dia menjelaskan: “Suatu budaya, seperti individu, adalah pola yang lebih atau kurang konsisten pikiran dan tindakan. Dalam setiap budaya ada muncul menjadi karakteristik tujuan belum tentu dimiliki oleh jenis masyarakat lainnya. Dalam ketaatan kepada tujuan ini, masing-masing orang lebih lanjut dan lebih lanjut mengkonsolidasikan pengalaman, dan proporsi urgensi drive ini item heterogen perilaku mengambil bentuk yang lebih dan lebih sama dan sebangun “(1934:46). Benediktus, Sapir dan Mead adalah tokoh utama dalam kemajuan budaya dan gerakan kepribadian.
Margaret Mead (1901-1978) Margaret Mead lahir di Philadelphia. Dia adalah mahasiswa, teman dan rekan kerja seumur hidup Ruth Benedict. Mereka berdua mempelajari hubungan antara konfigurasi budaya, sosialisasi di setiap kebudayaan tertentu dan pembentukan kepribadian individu. Karyanya mengeksplorasi pembangunan manusia dalam perspektif lintas-budaya dan mencakup topik pada peran gender dan membesarkan anak dalam budaya primitif dan Amerika sendiri. Pekerjaan pertamanya, Kedatangan Umur di Samoa, adalah penjual terbaik dan dibangun Mead sebagai Gambar Memimpin dalam Antropologi Budaya. Buku ini menceritakan bahwa perkembangan individu ditentukan oleh harapan budaya. Pembangunan manusia pengalaman berbeda dalam setiap kebudayaan. Saat dia menunjukkan “… manusia dibuat untuk dirinya sendiri kain budaya yang masing-masing kehidupan manusia yang bermartabat oleh bentuk dan makna … Setiap orang membuat kain ini berbeda, memilih beberapa petunjuk dan mengabaikan orang lain, menekankan sektor yang berbeda dari busur seluruh potensi-potensi “(1935: 1).
Abram Kardiner (1891-1981) Kardiner lahir di New York City. Ibunya meninggal ketika ia masih muda dan masa kecilnya mengalami kerugian dan isolasi. Dia ditawari sebagai profesor klinis di Columbia University pada tahun 1949. Kontribusinya menyangkut interaksi pengembangan kepribadian individu dan budaya terletak. Dia mengembangkan model psiko-kultural bagi hubungan antara membesarkan anak perumahan, dan jenis yang layak dalam berbagai kebudayaan. Dia membedakan institusi primer (misalnya anak-anak pelatihan, toilet perilaku dan struktur keluarga membentuk kepribadian individu dasar) dan lembaga sekunder. Dia menjelaskan bahwa struktur kepribadian dasar dalam masyarakat lebih jauh mempengaruhi produk dari lembaga sekunder sebagai agama dan seni. Penafsiran-Nya didokumentasikan ke dalam individu dan Masyarakat-Nya (1939) dan Frontiers Psikologis Masyarakat (1945). Dia mencatat untuk mempelajari hubungan-hubungan objek dan psikologi ego dalam psikoanalisis.
Ralph Linton (1893-1953) Ralph Linton lahir di Philadelphia, Pennsylvania. Dia adalah salah satu pendiri teori struktur kepribadian dasar. Dia berkomitmen untuk etnografi dari Melanesia dan Indian Amerika. Linton mempelajari perbedaan peran dan status. Teks Nya, Studi Manusia (1936) dan The Pohon Budaya (1955) menetapkan Linton sebagai tokoh terkemuka dalam antropologi. Dia ditawari untuk menggantikan Boas sebagai kepala departemen antropologi di Universitas Columbia pada tahun 1937.
Cora Dubois (1903 – 1991) Cora Dubois lahir di New York City. Ia mendapatkan gelar gelar MA di Columbia University dan kuliah di University of Berkeley untuk gelar Ph D. Dia adalah seorang profesor emeritus antropologi di Universitas Harvard. Dia dipengaruhi oleh mentor dan kolaborator Abram Kardiner dalam lintas-budaya diagnosis dan studi budaya psikoanalitik. Selama 1937 – 1939, Dubois menyelidiki pulau Alor (sekarang Indonesia) melalui observasi partisipan, studi kasus rinci, riwayat hidup wawancara dan berbagai tes kepribadian untuk mendapatkan informasi pribadi banyak dari informan nya. Berdasarkan studi etnografi dan psikoanalisis nya di Alor, ia menulis buku berjudul Rakyat Alor (1944). Dalam studi sosial-psikologis, dia maju konsep struktur kepribadian modal. Cora Dubois menyatakan bahwa variasi individu dalam suatu budaya dan budaya masing-masing ada saham pengembangan jenis tertentu yang tidak mungkin ada pada individu tersebut. Dia juga penulis Angkatan Sosial di Asia Tenggara (1949). Cora Dubois, Abram dan Ralph Linton Kardiner coauthored buku, Frontiers Psikologis Masyarakat, diterbitkan oleh Columbia University Press pada 1945. Buku ini terdiri dari deskripsi hati-hati dan interpretasi dari tiga budaya, yaitu budaya Comanche, budaya Alorese, dan budaya dari suatu masyarakat pedesaan Amerika. Ini menjelaskan dasar kepribadian yang dibentuk oleh keragaman materi yang dibahas dalam setiap kebudayaan.
Clyde Kluckhohn (1905 – 1960) Clyde Kluckhohn lahir di Iowa. Dia adalah seorang Amerika antropolog dan ahli teori sosial. Dia terkenal karena kerja jangka panjang etnografi nya tentang Navajo terletak di bagian utara Arizona. Berdasarkan pengalamannya di negara Navajo, ia menyelesaikan buku berjudul Untuk Kaki Pelangi (1927) dan Beyond Rainbow (1933). Kluckhohn awalnya memegang pandangan kesetaraan ras biologis. Kemudian ia membalik posisinya kepada keyakinan bahwa manusia adalah produk dari suatu campuran biologi dan budaya. Ide-ide yang dikumpulkan ke dalam Kepribadian di Nature, Masyarakat, dan Budaya (1953) diedit oleh Kluckhohn dan Henry Murray seorang psikolog.
Kepribadian Pendekatan Struktur Dasar Pendekatan ini dikembangkan bersama oleh Abram dan Ralph Linton Kardiner dalam menanggapi pendekatan konfigurasi. Kardiner dan Linton tidak percaya bahwa jenis kultur yang memadai bagi masyarakat membedakan. Sebaliknya, mereka menawarkan pendekatan baru yang terlihat pada anggota individu dalam masyarakat dan kemudian membandingkan ciri-ciri dari anggota dalam rangka mencapai kepribadian dasar untuk budaya masing-masing (Toren 1996:144).
Pendekatan Configurational Edward Sapir dan Ruth Benedict mengembangkan pemikiran awal dalam budaya dan studi kepribadian. Pendekatan configurational percaya budaya yang mengambil karakter struktur kepribadian anggota. Jadi, semua anggota budaya menampilkan kepribadian serupa yang selanjutnya dikumpulkan sebagai bentuk jenis. Pola dalam suatu budaya dihubungkan oleh simbolisme dan penafsiran. Sebuah budaya didefinisikan melalui sistem ide umum dan keyakinan. Individu merupakan komponen integral dari budaya.
Determinisme Budaya akumulasi pengetahuan, keyakinan, norma dan kebiasaan berpikir membentuk dan perilaku manusia dan dinamika budaya itu sendiri. Versi teori optimis melihat bahwa manusia dapat memilih cara hidup yang mereka inginkan. Versi pesimis menunjukkan bahwa orang tidak memiliki kontrol untuk melakukan apa yang ingin mereka lakukan. Mereka pasif untuk melampaui budaya mereka.
Budaya Budaya Kemiskinan Kemiskinan gagasan berpendapat bahwa posisi sosial ekonomi marjinal ditempati oleh kelompok-kelompok primitif banyak adalah hasil dari mengabadikan diri “jalan hidup” kemiskinan. Ini berisi atribut karakteristik kepribadian tertentu seperti fatalisme dan kurangnya ambisi.
Bidang studi penelitian etnografi menggunakan data empiris di masyarakat dan budaya. Peneliti etnografis perlu menempatkan di situs tersebut dan terlibat ke dalam kehidupan sehari-hari situs penelitian. Data harus dikumpulkan melalui observasi partisipan, wawancara, kuesioner, dll Etnografi bertujuan untuk menggambarkan sifat yang dipelajari.
Psikolog Gestalt Mereka adalah psikolog yang berpendapat bahwa informasi harus dikumpulkan dalam bentuk pola, bukan sebagai elemen yang terpisah. Ini sekolah Jerman memasuki lingkaran pemikiran ilmiah selama abad kedua puluh akhir kesembilan belas dan awal.
Pendekatan Kepribadian kepribadian Modal modal mengasumsikan bahwa struktur kepribadian tertentu adalah struktur yang paling sering terjadi dalam suatu masyarakat, belum tentu struktur yang paling umum untuk semua anggota masyarakat itu. Pendekatan ini menggunakan tes proyektif selain sejarah kehidupan untuk menciptakan dasar kuat untuk tipe kepribadian karena penggunaan statistik untuk cadangan kesimpulan (Toren 1996:145).
Karakter Nasional Studi-studi ini dimulai selama dan setelah Perang Dunia II. Ruth Benedict dan Margaret Mead memimpin upaya ini baru untuk memahami orang yang berbeda. Melalui studi Mead dari Inggris, dia tahu bahwa wanita Inggris yang bergantung pada kontrol diri laki-laki muda dan dikondisikan untuk tidak memiliki untuk menenangkan pria mendesak. Di sisi lain, masyarakat Amerika memegang keyakinan bahwa perempuan harus mengerahkan diri mereka kontrol atas laki-laki mendesak. Setelah ini perbedaan dalam dua masyarakat diakui, kemudian mencoba untuk menghindari kesalahpahaman lebih lanjut diundangkan (Singer 1964).
Kepribadian Kepribadian adalah konfigurasi dari kognisi, emosi dan kebiasaan. Funder menawarkan definisi spesifik dari kepribadian, “Sebuah pola karakteristik individu pikiran, emosi, dan perilaku, bersama-sama dengan mekanisme psikologis – tersembunyi atau tidak – balik pola-pola” (1997: 1-2).
Wawancara klinis Melalui berbagai metode, baik pasif seperti melalui analisis mimpi dan asosiasi bebas atau aktif seperti pertanyaan menunjuk yang mengarah untuk menggali jawaban, profesional mampu merekam dan berusaha untuk memahami pikiran-pikiran internal dan motivasi dari individu dalam suatu masyarakat. Wawancara biasanya dilakukan di ruangan tertentu atau kantor (Klineberg 1954:33).
Analisis Sebuah mimpi bagian dari psycholoanalysis Freud, analisis mimpi mencoba untuk mencari emosi ditekan seseorang dengan mengupas kembali alam bawah sadar. Hal ini dicapai melalui diskusi dari mimpi seseorang.
Sejarah Hidup Ini adalah mendokumentasikan pengalaman individu di seluruh nya / hidupnya. Hal ini paling banyak digunakan oleh anggota Pendekatan Kepribadian Modal dan ahli etnografi.
Orang-berpusat Etnografi Istilah ini pertama kali digunakan oleh Robert I. Levy. Ini adalah pendekatan yang menarik interpretasi dari psikiatri dan psikoanalisis untuk melihat bagaimana individu berhubungan dan berinteraksi dengan konteks sosio-budaya.
Observasi Peserta ini terjadi pernah menjadi anggota kebudayaan lain hidup dalam masyarakat ia / dia mempelajari dan mengambil peran aktif dalam komunitas itu. Ini adalah bagian penting dari penelitian etnografer karena itu membantu dalam menemukan perilaku yang rumit dari suatu masyarakat.
Tes proyektif Ini adalah tes yang memiliki arti ambigu sehingga respon seseorang dapat diukur dan dibandingkan dengan tanggapan lain. Tes menyebabkan meningkatnya penggunaan statistik untuk mendukung temuan. Salah satu tes umum adalah tes noda tinta Rorschach. Dalam tes ini, seseorang harus menggambarkan apa yang dia / dia melihat. Kemudian, persepsi nya akan dibandingkan seluruh masyarakat.
Deskripsi tebal Ini adalah hasil dari penafsiran. Ini menjelaskan bukan hanya perilaku, tetapi konteksnya juga. Perilaku menjadi bermakna bagi orang luar. Clifford Geertz menciptakan istilah. Dia digunakan dalam The Interpretation of Budaya (1973) untuk menjelaskan metode etnografi nya.
Budaya dan kepribadian struktur telah sangat membatasi jumlah rasis, deskripsi hirarkis jenis budaya yang umum di bagian awal abad ini. Melalui studi ini, penekanan baru pada individu muncul. Kebudayaan dan kepribadian sekolah antropologi link dan psikologi. Sebuah kekayaan informasi yang dibagi di seluruh disiplin ilmu.
Kebudayaan dan Kepribadian berada di bawah pengawasan berat Radcliffe-Brown dan lainnya antropolog sosial Inggris. Mereka menolak pandangan ini karena sebagai ‘abstraksi yang samar-samar’ (Barnard dan Spencer 1996:140). Claude Levi-Strauss memandang kebudayaan sebagai yang memiliki daya pembeda yang akan menandai kultur yang berbeda dari satu sama lain. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh persahabatan dekat dengan Franz Boas. Dalam waktu pasca-perang, sekolah dikritik karena menempatkan terlalu banyak penekanan pada ciri-ciri kepribadian kongruensi dalam suatu budaya tertentu. Ini mengabaikan hubungan antara budaya yang berbeda. Ini menjelaskan budaya sebagai objek penting daripada memandangnya sebagai sebuah konstruksi sosial. Sekolah tidak memberikan banyak bukti untuk menafsirkan hubungan antara praktik membesarkan anak dan sifat-sifat kepribadian dewasa. Lama studi empiris dari anak usia dini sampai dewasa diharapkan untuk mengeksplorasi sosialisasi dan pembentukan kepribadian.
Sumber :  http://www.as.ua.edu/ant/Faculty/murphy/cult&per.htm





PENDUDUK DAN PERMASALAHANNYA
Orang yang pertama mengemukakan teori mengenai penduduk ialah “Thomas Robert Malthus. Dalam edisi pertamanya “Essay Population “ tahun 1798. Malthus mengemukakan adanya dua persoalan pokok, yaitu bahwa bahan makanan adalah penting utnuk kehidupan manusia dan nafsu manusia tidak dapat ditahan. Bertitik tolak dari hal itu teori Malthus yang sangat terkenal yaitu bahwa berlipat gandanya penduduk itu menurut deret ukur, sedangkan berlipat gandanya bahan makanan menurut deret hitung, sehingga pada suatu saat akan timbul persoalan-persoalan yang berhubungan dengan penduduk.
Tidak lama setelah Malthus mengemukakan pendapatnya, timbullan kemudian bermacam-macam teori/pandangan sebagai kritis atau sebagai perbandingan atas teori Malthus. ,misalnya saja pandangan yang mengemukakan bahwa pertambahan penduduk itu merupakan hasil (resulta) dari keadaan sosial termasuk ekonomi, dimana orang saling berhubungan dan terkenal sebagai teori sosial tentang pertambahan penduduk
Disamping itu ada juga yang berpendapat bahwa manusia itu dalam kehidupannya terkait dengan alam atau daerah dimana mereka hidup. Oleh karena itu penduduk dunia itu bertambah karena kelahiran lebih besar dari kematian, sehingga tingkat kelahiran lebih besar dari tingkat kematian. Ini disebabkan karena manusia sebagai mahluk hidup akan selalu berusaha agar mempunyai keturunan dan memperjuangkan hidupnya untuk dapat hidup panjang (berumur panjang) dan ini sering dikenal dengan teori alam tentang pertumbuhan penduduk.
DINAMIKA PENDUDUK
Dinamika penduduk menunjukkan adanya factor perubahan dalam hal jumlah penduduk yang disebabkan oleh adanya pertumbuhan penduduk. Penduduk bertambah tidak lain karena adanya unsurr lahir, mati, datang dan pergi dari penduduk itu sendiri. Karena keempat unsur tersebut maka pertambahan penduduk  dapat dihutung dengan cara : pertambahan penduduk = ( lahir – mati) + ( datang – pergi ). Pertambahan penduduk alami karena diperoleh dari selisih kelahiran dan kematian . Unsur penentu dalam pertambahan penduduk adalah tingkat fertilitas dan mortalitas.
Fertilitas adalah tingkat pertambahan anak yang dihitung dari jumlah kelahiran setiap seribu penduduk dalam satu tahun. Tingkat kelahiran yang dihitung dari kelahiran perseribu penduduk dalam satu tahun merupakan kelahiran secara kasar, sering disebut Crude birth Rate (CBR). Disamping CBR ini dapat juga kita mencari tingkat kelahiran dari wanita umur tertentu yang disebut Age Specifica Fertility Rare (ASFR), yaitu diperhitungkan dari jumlah kelahiran dari tiap seribu wanita dalam usia produktif (tertentu) dalam satu tahun.
Faktor kedua mempengaruhi pertumbuhan penduduk ialah mortalitas atau tingkat kematian secara kasar disebut Crude Date Rate (CDR), yaitu jumlah kematian pertahun perseribu penduduk.
Bagaimana dengan dinamika penduduk Indonesia ?
Untuk memproyeksikan penduduk dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut :
Pn = (1 + r) n x  Po
Pn = jumlah penduduk yang  dicari pada tahun tertentu (proyeksi penduduk)
r = tingkat pertumbuhan penduduk dalam prosen
n = jumlah dari tahun yang akan diketahui
Po = jumlah penduduk yang diketahui apa tahun dasar
Sebagai contoh :
Tahun 1961 jumlah penduduk Indonsia 96 juta, dengan tingkat pertambahan penduduk 2,4 5, berapa penduduk Indonesia tahun 2001 ?
Tahun 2001 penduduk Indonesia ( 1 + 2,4/100 ) 40 x 96 juta = 248 juta
KOMPOSISI PENDUDUK
Sensus penduduk yang diadakan 10 tahun sekali oleh pemerintah kita, bukan hanya menghitung jumlah penduduk saja tetapi juga mendata tentang umur penduduk, jenis kelamin penduduk, tingkat pendidikan penduduk, jenis mata pencaharian dan sebaginya. Kesemuanya ini menunjukkan susunan penduduk atau komposisi penduduk dinegara kita pada tahun tersebut. Komposisi penduduk suatu Negara dapat dibagi menurut komposisi tertentu, misalnya komposisi penduduk menurut umur, menurut tingkat pendidikan, menurut pekerjaan dan sebagainya.
Dengan mengetahui komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin, dapta disusun/dibuat apa yang disebut piramida penduduk, yaitu grafik susunan penduduk menurut umur dan jenis kelamin pada saat tertentu dalam bentuk pyramid. Golongan laki-laki ada diseblah kiri dan perempuan disebelah kanan. Garis aksisnya (vertical) menunjukkan interval umur dan gari horisontalnya menunjukna jumlah atau prosentasi..
Berdasarkan komposisinya piramida penduduk dibedakan atas :
-          Penduduk muda yaitu penduduk dalam pertumbuhan, alasannya lebih besar dan ujungnya runcing, jumlah kelahiran lebih besar dari jumlah kematian
-          Bentuk piramida stasioner, disini keadaan penduduk usia muda, usia dewasa dan lanjut usia seimbang, pyramid penduduk stasioner ini merupakan idealnya keadaan penduduk suatu Negara
-          Piramida penduduk tua, yaitu piramida pendduk yang menggambarkan penduduk dalam kemunduran, pyramid ini menunjukkan bahwa penduduk usia muda jumlanya lebih kecil dibandingkan dengan penduduk dewasa, hal ini menjadi masalah karena jika ini berjalan terus menerus memungkinkan penduduk akan menjadi musnah karena kehabisan. Disini angka kelahiran lebih kecil dibandingkan angka kematian.


PERSEBARAN PENDUDUK
Kecenderungan  manusia untuk memilih daerah yang subur untuk tempat tinggalnya, terjadi sejak pola hidup masih sangat sederhana. Itulah maka sejak masa purba daerah sangat subur selalu menjadi perebutan mansuia, sehingga tidak salah lagi bahwa daerah yang subur ini kemungkinan besar terjadi kepadatan penduduk. Sudah barang tentu hal semacam ini terjadi didaerah/Negara yang pola hidup penduduknya masih bertani.
Daerah semacam inilah yang kemudian berkembang menjadi daerah perkotaan, daerah tempat pemerintahan, daerah perdagangan dan sebagainya.. prinsip tempat tinggal mendekati tempat bekerja yang secara langsung atau tidak, menimbulkan ketidakseimbangan penduduk ditiap-tiap daerah. Sehingga terjadi daerah yang berpenduduk padat. Dari prinsip itulah  kemudian terjadi perpindahan penduduk dari satu daerah ke daerah lain.
PERKEMBANGAN DAN PERUBAHAN KEBUDAYAAN
Kebudayaan selalu dimiliki oleh setiap masyarakat, hanya saja ada suatu masyarakat yang lebih baik perkembangan kebudayaannya dari pada masyarakat lainnya untuk memenuhi segala kebutuhan masyarakatnya. Pengertian kebudayaan banyak sekali dikemukakan oleh para ahli. Salah satunya dikemukakan oleh Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, yang merumuskan bahwa kebudayaan adalah semua hasil dari  karya, rasa dan cipta masyarakat. Karya masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan, yang diperlukan manusia untuk menguasa alam sekitarnya, agar kekuatan serta hasilnya dapat diabdikan untuk kepntingan masyarakat.
Rasa yang meliputi jiwa manusia mewujudkan sega norma dan nilai masyarakat yang perlu untuk mengatur masalah-masalah kemasarakatan  alam arti luas., didalamnya termasuk, agama, ideology, kebatinan, kenesenian dan semua unusr yang merupakan hasil ekspresi dari jiwa manusia. Yang hidup sebagai anggota masyarakat. Selanjtunya cipta merupakan kemampuan mental, kemampuan piker dari orang yang hidup bermasyarakat dan yang antara lain menghasilkan filsafat serta ilmu pengetahuan. Rasa dan cipta dinamakan kebudayaan rohaniah. Semua karya, rasa dan cipta dikuasai oleh karsa dari orang-orang yang menentukan kegunaannya, agar sesuai dengan kepentingan sebagian besar, bahkan seluruh masyarakat.
Dari pengetian tersebut menunjukkan bahwa kebudayaan itu merupakan keseluruhan ari pengetahuan manusia sebagai mahluk sosial, yang digunakan untuk menginterpretasikan dan memahami lingkungan yang dihadapi, untuk memenuhi segala kebutuhannya serta mendorong terwujudnya kelakuan manusia itu sendiri.Atas dadar itulah  para ahli mengemukakan adanya unsure kebudayaan yang umumnya diperinci menjadi 7 unsur yaitu :
  1. unsur religi
  2. sistem kemasyarakatan
  3. sistem peralatan
  4. sistem mata pencaharian hidup
  5. sistem bahasa
  6. sistem pengetahuan
  7. seni

Bertitik tilah dari sistem inilah maka kebudayaan paling sedikit memiliki 3 wujud antara lain:
  1. wujud sebagai suatu kompleks dari ide, gagasan, norma, peraturan dan sejenisnya. Ini merupakan wujud ideal kebudayaan. Sifatnya abstrak, lokasinya aa dalam pikiran masyarakat dimana kebudayaan itu hidup
  2. kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat
  3. kebudayaan sebagai benda hasil karya manusia
Perubahan kebudayaan pada dasarnya tidak lain dari para perubahan manusia yang hidup dalam masyarakat yang menjadi wadah kebudayaan itu. Perubahan itu terjadi karena manusia mengadakan hubungan dengan manusia lainnya, atau karena hubungan antara kelompok manusia dalam masyarakat. Tidak ada kebudayaan yanga statis, setiap perubahan kebudayaan mempunyai dinamika, mengalami perubahan; perubahan itu akibat dari perubahan masyarakat yang menjadi wadah kebudayaan tersebut.
KEBUDAYAAN HINDU, BUDHA DAN ISLAM
Kebudayaan Hindu dan Budha
Pada abad ke-3 dan je-4 agama Hindu masuk ke Indonesia khususnya ke pulau jawa. Perpaduan atau akulturasi antara kebudayaan setempat dengan kebudayaan Hindu yang berasal dari India itu berlangsugn luwes dan mantap. Sekitar abad ke 5, ajaran Budha atau budhisme masuk ke Indonesia, khususnya ke pulau Jawa. Agama/ajaran budha dapat dikatakan berpandangan lebih maju dari pada hinduisme, sebab Budhisme tidak menghendaki adanya kasta-kasta dalam masyarakat.
Walaupun demikian, kedua agama itu di Indonesia, khususnya di pulau jawa tumbuh dan berkembang berdampingan secara damai. Baik penganut hinduisme maupun budhisme melahirkan karya-karya budaya yang bernilai tinggi dalam seni bangunan/arsitektur, seni pahat, seni ukir maupun seni sastra, seperti tercermin dalam bangunan/arsitektur, relief-relief yang diabadikan dalam candi-candi di jawa tengah ataupun jawa timur. Candi-candi  yang dimaksud diantaranya candi borobudur, mendut, prambanan, kalasan, badut, kidal, jago, singasari, disekita kota malang, candi panataran dan siwa disekitar kota Blitar, semua wilayah propinsi jawa timur.
Kebudayaan Islam
Pada abad ke-15 dan ke-16, agama Islam telah dikembangkan di Indonesia, oleh para pemuka-pemuka Islam yang disebut wali sanga. Titik sentral penyebaran agama islam paa abad itu berada di pulau jawa. Sebenarnya agama Islam masuk ke Indonesia khususnya ke pulau jawa jauh sebelum abad ke -15. suatu bukti bahwa awal abad ke-11 sudah ada wanita Islam yang meninggal dan dimakamkan di Kota Gresik. Masuknya agama Islam ke Indonesia, teristimewa ke pulau jawa berlangsung dalam suasana damai. Hal ini disebabkan karena Islam dimauskkan ke Indonesia tidak dengan paksa, melainkan dengan cara baik-baik. Di samping itu disebabkan sekap toleransi yang dimiliki banga kita
Pada abad ke-15, ketika kejayaan maritim majapahit mulai surut, berkembanglah negara-negara pantai yang dapat merongrong kekuasaan dan kewibawaan Majapahit yang berpusat pemerintahan di pedalaman. Negara-negara yang dimaksud adalah negara Malaka di semenanjung Malaka, negara Aceh di ujung pulau Sumatra, negara Banten di  jawa Barat, negara Demak di pesisir utara jawa tengah, negara Goa di sulawesi selatan. Dalam proses perkembangan negara-negara tersebut yang dikendalikan oleh pedagang-pedagang kaya dan golongan bangsawan kota-kota pelabuhan, nampaknya telah terpengaruh dan menganut ajaran Islam.
Didaerah-daerah yang belum amat terpengaruh oleh kebudayaan Hindu, agama Islam mempunyai pengaruh yang mendalam dalam kehidupan penduduk di daerah yang bersangkutan. misalnya di Aceh, Banten, sulawesi selatan, sumatra Timur, sumatra barat, dan pesisir kalimantan.
Agama islam berkembang pesat di Indonesia dan menjadi agama yang medapat penganut sebagian besar penduduk indonesia. tak dapat dipungkiri lagi, bahwa kebudayaan islam mewarnai sebagian besar penganutnya di Indonesia. Dengan begitu, agama islam memberi saham yang besar bagi perkembangan kebudayaan dan kepribadian bangsa Indonesia.
KEBUDAYAAN BARAT
Unsur kebudayaan yang juga memberi warna terhadap corak lain dari kebudayaan dan kepribadian bangsa indonesia adalah kebudayaan Barat. Awal kebudayaan barat masuk ke negara tercinta ini ketika kaum kolonialisme/penjajah manggedor masuk ke Indonesia, terutama bangsa Belanda. Mulai dari penguasaan dan kekuasaan perusahaan dagang Belanda (VOC) dan berlanjut dengan pemerintahhan kolonialisme Belanda, tanah air Indonesia telah dijajah selama 350 tahun. DI pusat kekuasaan pemerintah Belanda, di kota-kota propintsi, kabupaten muncul bangunan-bangunan dengan gaya arsitektur Barat. Dalam kurun waktu itu juga, di ktoa-kota pusat pemerintahan terutama di jawa, Sulawesi Utara, dan Maluku berkembang dua lapisan sosial. Lapisan sosial pertama,t erdiri dari  kaum buruh dari berbagai lapangan pekerjaan. Lapisan kedua, adalah kaum pegawai. Dalam lapisan sosial kedua inilah pendidikan Barat di sekolah-sekolah dan kemampuan/kemahiran bahasa Belanda menjadi syarat utama untuk mencapai kenaikan kelas sosial.
Akhirnya masih harus disebut pengaruh kebudayaan Eropa yang masuk juga kedalam kebudayaan Indonesia, ialah agama Katolik dan agama kristen protestan. Agama-agama tersebut biasanya disiarkan dengan segnaja oleh organisasi-organisasi penyiaran agama( missie untuk agama Katolik dan Zending untuk agama kristen) yang semuanya bersifat swasta. Penyiaran dilakukan terutama di daerah-daerah dengan penduduk yang belum pernah mengalami pengaruh agama hindu, budha, atau islam. daerah-daerah itu misalnya Irian jawa, maluku tengah dan selatan, sulawesi utara dan tengah, nusa tenggara timur dan pedalam kalimantan. Kebudayaan Barat

sumber : Oleh Khayrurrijal

Adanya usaha pengeliminiran antar unsur kebudayaan.
Kondisi ini dapat dilihat dari peperangan yang terjadi antara keyakinan dengan sains, keyakinan dengan filsafat, keyakinan dengan seni, keyakinan dengan ekonomi, politik dengan moralitas, moralitas dengan ekonomi, dan lain-lain.
Dapat dilihat, bahwa merupakan suatu hal yang umum diketahui bahwa kondisi tersebut wajar terjadi. Dan bahkan kerap digeneralisir kepada seluruh kebudayaan yang ada di seluruh pelosok bumi. Sehingga muncul anggapan yang naif akibat pencitraan dan kegelapan mata, bahwa sangat sulit untuk menyatukan atau menghentikan peperangan tersebut.
Inilah penyebab yang mungkin membuat Barat membuat sebuah mekanisme pelumpuhan kemampuan mendominasi atau menyerang kepada unsur kebudayaan lain. Lewat pencitraan bahwa di balik segala sesuatu ada kekuasaan, relativitas kebenaran, teologi global, pluralisme agama, anarkis metodologis, Hak Asasi Manusia, dan masih banyak lainnya. Dan usaha tersebut sudah menampakkan pengaruhnya dalam kehidupan seluruh manusia yang terjangkau oleh globalisasi.
Hal lain yang terjadi adalah munculnya sebuah kondisi inferior tentang dua hal dalam kebudayaan yaitu, keyakinan dan moralitas. Dua sisi ini, menjadi sedemikian inferior, sehingga mereka melakukan “bunuh-diri” dengan mereduksi dirinya sendiri menjadi hanya tinggal nilai-nilai universal. Sehingga jalan keselamatan tidak hanya lewat keyakinan yang mereka pegang. Kebudayaan Barat menjadi kebudayaan yang lahir sebagai sintesa bagi kebudayaan Kristen-Romawi – meskipun masih mengambil beberapa peringatan dari kebudayaan Kristen-Romawi seperti Valentine, Natal, Paskah, Halloween, dan lain-lain. Kebudayaan barat dibangun dengan semangat Yunani dengan Filsafat sebagai “teologi”, demokrasi sebagai sistem politik, protestan sebagai keyakinan tanpa ibadah (deisme), sekulerisme sebagai alat potong dan pelumpuhan intervensi dari pihak manapun, homoseks dan banalitas-seksual sebagai antitesa pengakuan dosa dan represi seksual Katolik.
Proses pengambilan unsur-unsur tersebut oleh kebudayaan Barat, dilakukan secara asimilatif. Unsur-unsur tersebut diambil secara mentah-mentah dan kemudian dicampur dalam sebuah kondisi yang saling bertolak belakang. Kebudayaan Barat lahir bukan dari prinsip yang utuh dan meliputi, akan tetapi bersifat parsial dan karena tidak dapat dihubungkan atau bertentangan, maka terjadi isolasi (yang akan lebih lanjut diuraikan) atau peperangan (seperti sudah diuraikan di atas).
Sungguh malang, namun hal itu benar-benar terjadi dan ternyata menular kepada kebudayaan lain. Penyakit tersebut diderita pula oleh kebudayaan lain dan akhirnya berusaha mengadaptasi cara Barat dalam menjalani kebudayaannya. Terlihat dengan menggunakan periodisasi sejarah seperti Barat. Periodisasi dikenal dengan pembagian Klasik, Abad Pertengahan, Renaisans, Modern, dan Posmodern. Para peng-asimilasi kebudayaan Barat kemudian mencoba men-sekuler-kan dan me-liberal-kan kebudayaan mereka seperti yang dilakukan kebudayaan Barat untuk mencapai kejayaan dan kemajuan yang dicapai Barat. Akhirnya banyak kebudayaan yang menjadi “Barat” (westernisasi), mulai dari pandangan ontologis hingga etis, beserta prakteknya..
Sebenarnya, masyarakat Barat mulai sadar dengan kondisi yang demikian sakit – meski disayangkan para peng-asimilasi kebudayaan Barat nampaknya belum sadar. Namun, mereka tidak dapat melihat secara jelas akar permasalahannya. Masyarakat Barat banyak yang melarikan diri ke dalam spiritualitas, dunia mistis, kehidupan banal, menikmat seks yang memuakkan, menikmati musik yang mebuat histeris, dan lain-lain hingga akhirnya bunuh-diri, menjadi fenomena yang wajar dan tidak berusaha untuk diubah. Semua hal tersebut adalah wajar karena kebebasan adalah segalanya. Tradisi haruslah sesuatu yang rasional dan menjunjung kebebasan dan Hak Asasi Manusia. Lewat argumentasi ini, individu-Barat menjadi pragmatis, eklektis, dan split-many-personality.
Meskipun muncul kesadaran tentang ke-akut-an penyakit mereka, pengeliminiran ini masih terus terjadi dan entah kapan akan berakhir.

Adanya usaha untuk mengisolasi unsur kebudayaan yang satu dari unsur kebudayaan yang lain.
Mengisolasi unsur kebudayaan yang satu dengan yang lain, sebenarnya merupakan konsekuensi dari eklektis-kontradiktifnya kebudayaan Barat – karena unsur-unsur kebudayaannya tidak berhubungan bahkan bertentangan satu sama lain. Usaha untuk mengisolasi ini adalah sebuah hal yang sudah kita ketahui, lewat ungkapan-ungkapan, seperti seni untuk seni (seni murni), sains untuk sains, politik untuk politik, ekonomi untuk ekonomi, dan hukum untuk hukum.
Jika ditelusuri, penyebab kondisi tersebut adalah sekularisme – selain yang sudah disebutkan di atas. Sekularisme, pada awalnya, menyerang agama Kristen yang berkelindan dengan negara. Sekularisme menghendaki agar gereja atau urusan keyakinan dipisahkan dari negara. Pemisahan ini, ternyata semakin meluas dan menjangkiti unsur-unsur kebudayaan Barat yang lain. Semua unsur tersebut, secara implisit mengatakan bahwa mereka memiliki wilayahnya masing-masing yang otonom dan terpisah dari yang lainnya. Keter-pisahan ini membuat diri individu-Barat juga menjadi split-many-personality­­. Mereka menjadi sedemikian banyak pribadi yang berbeda dalam dunia yang sebenarnya hanya satu. Pribadi-banyak yang dimaksud adalah pribadi yang menghidupi prinsip-prinsip yang bertentangan di dalam unsur-unsur kebudayaannya. Hal ini membuat seseorang yang hidup seperti demikian, akan memiliki dua prinsip yang berbeda-bertentangan dalam satu unsur kebudayaan, seperti menjadi teis (formal) sekaligus ateis (praktek, dalam sekularisme), dan ketika berpindah menghidupi unsur kebudayaan lain.
Namun, perlahan pula disadari bahwa isolasi seperti adalah sebuah tindakan yang naif dan banyak merusak. Seperti mulai disadari bahwa seni bukan untuk seni itu sendiri. Seni, yang nyatanya menjadi sebuah sarana untuk melakukan kritik sosial, juga merupakan seni, tapi bukan untuk dirinya sendiri. Sains pun demikian. Sains menjadi sesuatu yang digunakan untuk kemanfaatan kehidupan manusia. Dan begitu juga dengan unsur kebudayaan Barat yang lain.
Kesadaran ini, sayangnya masih menemui kebuntuan. Oleh karena ada problem dalam agama yang mereka anut sebelumnya, yang sebenarnya mendasar dan belum diselesaikan. Problem tentang Tuhan yang satu, kitab yang diwahyukan, Nabi dan rasul, bunda Maria, Natal, dan masih banyak yang lainnya. Problem tersebut belum mereka selesaikan, padahal itu letak permasalahan yang penting untuk diselesaikan.

Adanya ideologisasi di dalam masing-masing unsur kebudayaan.
Adanya ideologisasi ini, dapat dilihat dari penggunaan akhiran “-isme”. Misalnya, materialisme, idealisme, relativisme, empirisme, rasionalisme, positivisme, kapitalisme, sosialisme, komunisme, liberalisme, feminisme, hedonisme, dan masih banyak yang lainnya.
Ideologisasi ini pada dasarnya terjadi karena melihat realitas secara sebelah mata dan akhirnya melakukan reduksi yang menyebabkan masing-masing di dalam masing-masing unsur kebudayaan terdapat banyak ideologi. Liberalisme adalah sebuah ideologi yang liberal mulai dari sisi ontologis hingga etis. Dan begitu pula yang lainnya. Masing-masing ideologi sudah mengatur pandangan mulai dari tataran ontologis hingga etis. Lalu bagaimana semua unsur tersebut dapat disatukan dalam sebuah kebudayaan, yang disebut Barat?
Pertanyaan tersebut akan membawa kita kepada tesis yang sedari awal saya ajukan, bahwa Barat adalah kebudayaan yang ternyata bersifat kontradiktif antara unsur kebudayaan yang satu dengan yang lainnya. Unsur-unsur kebudayaan tersebut dapat bersatu hanya karena Barat sudah lelah mencari arkhe, pengetahuan dan kebenaran yang universal dan absolut, hingga akhirnya hanya menerima kebenaran pragmatis, pengetahuan yang abritrer, dan nilai yang relatif. Sebuah kelelahan yang akhirnya memunculkan sikap mengabaikan persoalan yang tidak kunjung terjawab. Pengabaian terhadap persoalan realitas universal ada atau tidak (soft anti-realisme); dasar yang tak goyah bagi pengetahuan (anti-fondasionalis); nilai yang incommensurability (tak terbandingkan) satu sama lain (relativisme nilai).
Pengabaian yang disebutkan di atas bukan tanpa problem. Sebab, mereka kemudian menghadapi problem atas munculnya ruang universalitas di dunia. Ketika akhirnya, multikulturalisme pun nampak menjadi suatu institusi yang “objektif” yang mengevaluasi aktivitas kebudayaan-kebudayaan yang ada, meskipun dikatakan bahwa nilai-nilai tersebut relatif. Berbicara tentang wujud dan pengetahuan yang relatif pula, namun seolah-olah apa yang dibicarakan bersifat universal.
Dapat dikatakan bahwa Barat sebagai sebuah kebudayaan adalah sebuah budaya yang sakit dan kini sedang mempopulerkan dirinya lewat globalisasi, sehingga manusia dalam kebudayaan lain menjadi ikut sakit. Kebudayaan lain, sebenarnya adalah kebudayaan yang lebih baik daripada kebudayaan Barat. Kebudayaan lain itu memiliki sebuah kesatuan hubungan antar unsur kebudayaannya. Tidak ada isolasi, ideologisasi, dan pengeliminiran dalam kebudayaan mereka. Meskipun masih terdapat permasalahan dari segi ke-Tuhan-an, yang merupakan pusat hubungan antar-unsur kebudayaan. Pusat tersebut bermasalah karena tidak ada keterangan yang nyata tentang siapa yang pantas menjadi Tuhan, bagaimana menyembahnya, apa saja yang menjadi perintah dan larangannya, dan seterusnya.


KEBUDAYAAN DAN KEPRIBADIAN
Berbagai penelitian antropologi budaya menunjukkan, bahwa terdapat korelasi diantara corak-corak kebudayaan dengan corak-corak kepribadian anggota-anggota masyarakat, secara garis besar. Opini umum juga menyatakan bahwa kebudayaan suatu bangsa adalah cermin dari kepribadian bangsa yang bersangkutan. Kalau begitu pada sisi mana kebudayaandapat memberi pengaruh terhadap suatu kepribadian ? jawabnya kita melihat dari sikap pemilik kebudayaan itu sendiri. Manakalai pemilik kebudyaan itua menganggap bahwa segala sesuatu yang terangklum dan terlebur dalam segala materi kebudayaan itu sebagai sesuatu yang logis, normal, serasi, dan selaras dengan kodrat alam dan tabiat asasi  manusia dan sebagainya. setiap masayrakat mempunyai sistem nilai dan sistem kaidah sebagai konkretisasinya. Nilai dan sistem kaidah berisikan harapan-harapan masyarakat, perihal perilaku yang pantas. suatu kaidah misalnya kaidah hukum memberikan batas-batas pada perilaku seseorang. batas-batas tersebut menjadi suatau ”aturan permainan” dalam pergaulan hidup.
Sebaliknya segala yang berbeda dari corak kebudayaan mereka, dianggap rendah, aneh, kurang susila, bertentagnan degnan kodrat alam, dan sebagainya.
Contoh : Di indonesia pada umumnya, apabila seorang wanita hamil tidak mempunyai suani, ia adalah profil seseorang yang telah melanggar adat/kebisaaan suatu keluarga, masyarakat, dan bangs pada umumnya. Budaya/adat istiadat kelaurga, masyarakat, dan bangsa Indonesia yang berakar dari ajaran agama, tidak membenarkan dan tidak metolelir hal semacam itu. Jika terjadi semacam itu, baik oleh lingkungan keluarga maupun masyarakat, orang itu akan dikucilkan, dicibir, direndahkan harkatnya. Sebab ia telah melanggnar adat/kepribadian keluarga dan masyarakat di sekelilingnya.
Akan tetapi contaoh tersebut jika terjadi di negara Barat atau negara komunis mungkin dianggap biasa saja, mengapa begitu ? sebab, tata budaya dan kepribadian yang dibakukan dalam sistem nilai, sistem kaidah orang-orang barat dan komunis membenarkan kebiasaan / tingkah laku seperti itu. sama sekali bukan merupakan pelanggaran adat istiadat..
sifat-sifat kepribadian yang berakar dari adat istiadat dan ajaran agama pada suatu kelompok masyarakat dapat dikukuhkan sebagai hukum adat.. Di laur itu ciri-ciri kepribadian suatu kelompok masyarakat/bangsa, jgua teraacermin dalam penampilan sikap hidup sehari-hari.
PRANATA SOSIAL DAN INSTITUSIONALISASI
Untuk menjaga agar hubungan antar anggota masyarakat dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan, maka didalam masyarakat dibedakan adanya : cara atau “usage” kelaziman (kebiasaan) atau “folkways”; tata kelakuan atau “mores”, dan adapt istiadat “costom”. Disamping norma-norma yang tidak tertulis dan bersifat informal ini, ada juga norma yang sengaja diciptakan secara formal dalam bentuk peraturan – peraturan hukum. Setiap norma, baik usage, folkways,costom ataupun peraturan hokum yang tertulis, mengikat setiap anggota untuk mematuhinya, hanya saja kekuatan pengikatnya berbeda.
Usage menunjukkan pada suatu bentuk perbuatan, kekutan mengikatnya sangat lemah bila dibandingkan dengan folkways. Usage lebih menonjol didalam hubungan antar individu didalam masyarakat. Penyimpangan terhadapnya tidak akan mengakibatkan hukuman yang berat, hanya celaan dari individu yang dihubungi.
Folkways diartikan sebagai perbuatan yang berulang-ulang dalam bentuk yang sama, yang diikutinya kurang berdasarkan pelikiran dan mendasarkan pada kebiasaan katau tradisi; yang diterjemahkan dengan kelajman  atau kebiasaan. Kekuatan pengikatnya lebih besar dari pada usage (cara). Sebagai contoh, anak-anak yang tidak memberikan hormat kepada orang tua sangsinya jauh lebih berat dibandingkan dengan waktu makan bersama mengunyahnya kedengaran oleh orang lain. Folkways menunjukkan pola  berperilaku yang diikuti dan diteima oleh masyarakat.
Apabila folkways ini diterima masyarakat sebagai norma pengatur, maka kebiasaan ini berubah menjadi mores atau tata kelakuan. Mores diikuti tidak hanya secara otomatis kurang berpikir, tetapi karena dihubungkan dengan suatu keyakinan dan perasaan yang dimiliki oleh anggota masyarakat.. Mores ini disatu pihak memaksakan perbuatan dan dilain pihak melarangnya tata kelakuan yang kekal dan kuat integritasnya dengan pola-pola perilaku masyarakat, dapat meningkat kekuatan mengikatnya menjadi costom, atau adapt istiadat. Anggota masyarakat yang tidak mematuhi adat istiadat akan menerima suatu sangsi yang tegas..
Norma-norma tersebut setelah mengalami proses tertentu pada akhirnya akan menjadi bagian tertentu dari lembaga kemasyarakatan. Proses tersebut dinamakan proses institusionalisasi, yaitu suat proses yang dilewati oleh norma kemasyarakatan yang baru untuk menjadi bagian dari salah satu lembaga kemasyarakatan, sehingga norma tersebut oleh masyarakt diterima, dihargai, dan kemudian ditaati dan dipatuhi dalam mengatur kehidupan sehai-hari.
Dr. Koentjaraningrat  membagi lembaga sosial/pranata-pranata kemasyarakatan menjadi 8 macam  yaitu :
  1. Pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan kehidupan kekerabatan atau domestic institutions
  2. Pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan manusia untuk mata pencaharian hidup ( economic institutions)
  3. Pranata yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan ilmiah manusia (scientific institution)
  4. Pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan pendidikan (educational institutions)
  5. Pranata yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan ilmiah, menyatakan rasa keindahan dan rekreasi (aesthetic anda recreational institutions)
  6. Pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan manusia untuk berhubungan dengan Tuhan atau alam gaib (religius institutions)
  7. Pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan manusia untuk mengatur kehidupan berkelompok atau bernegara (political institutios)
  8. Pranata yang bertujuan mengurus kebutuhan jasmaniah manusia (cosmetic institutions)
  9.  
Sumber : Materi ISD univ Gunadarma
http://isramrasal.wordpress.com/2009/12/26/pend


NAMA : DARMI KARTIKA
KELAS  : 1KA27
NPM    :  11112722

Tidak ada komentar:

Posting Komentar